maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Setelah bergabung di Tempo pada 2010, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro ini meliput isu hukum selama empat tahun. Berikutnya, ia banyak menulis isu pemberdayaan sosial dan gender di majalah Tempo English, dan kini sebagai Redaktur Seni di majalah Tempo, yang banyak mengulas film dan kesenian. Pemenang Lomba Kritik Film Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 dan Lomba Penulisan BPJS Kesehatan 2013.

Konten

Tuak Sa'galas khas Dayak./Dok.Pribadi
Deretan botol Hatten, wine lokal asal Bali, dan wine Two Island di gerai minuman di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali, November 2014./Dok.TEMPO/M Iqbal Ichsan

Geliat Minol, dari Cap Tikus hingga Wine Lokal

DI tengah polemik peredaran minuman beralkohol alias minol, produk lokal justru melejit dengan olahan dan kemasan profesional. Menyusul Cap Tikus, minuman tradisional beralkohol dari Minahasa, Sulawesi Selatan, awal tahun ini muncul Sophia, dari moke dan sopi khas Nusa Tenggara Timur. Beredarnya dua merek itu disokong regulasi pemerintah daerah yang pro-pemberdayaan ekonomi warga. Seperti halnya Bali, yang punya beragam minol, baik yang tradisional seperti arak maupun wine lokal. Sejumlah merek minuman keras itu tak hanya mengandalkan penjualan langsung, tapi juga memanfaatkan media sosial dan pasar daring. Strategi itu pula yang membuat minol yang diproduksi di Semarang, Vibe, bisa meluaskan pasar. Penjualan liquor ini juga disokong capaian Vibe, yang meraih penghargaan di kompetisi level Asia hingga dunia. Tempo melaporkan dari Bali dan NTT.

Selingan Edisi : Sabtu, 19 September 2020

Kahitna tampil dalam konser New Live Experience 2020 di Parkir Barat JIExpo Kemayoran, Jakarta, 29 Agustus 2020. ANTARA/Puspa Perwitasari
Sampul buku Wiro Anak Rimba Indonesia. Dokumentasi Keluarga Lie
Goei Kwat Siong, pencipta komik Si A Piao./Dok. Agus Dermawan T
Pentas Jejamu, Ritus Rempah untuk Bunyi di gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya./Dok. TBJT
Siniar atau Podcast Budayakita yang menayangkan program Sandiwara Sastra dalam  judul Catatan buat Emak. TEMPO
Muhamad Radjab Sutan Maradjo/Dok. Farida Indriastuti

Jurnalis dan Penerjemah dari Minang

MUHAMAD Radjab adalah sosok jurnalis yang dilupakan. Pada masanya, ia produktif menulis buku dan menerjemahkan naskah dari berbagai bahasa. Lelaki kelahiran Sumpur, Sumatera Barat, 21 Juni 1913, ini juga seorang poliglot. Dia fasih berbicara dan menulis dalam lima bahasa: Inggris, Belanda, Arab, Jerman, dan Prancis. Setahun terakhir, tiga bukunya diterbitkan ulang oleh Balai Pustaka dan Kepustakaan Populer Gramedia, yakni Catatan di Sumatra, Perang Padri di Sumatra Barat, dan Semasa Kecil di Kampung.

Buku-buku itu tak ubahnya catatan antropologis dan sosiologis yang diracik Radjab dengan napas jurnalistik. Sebagai pewarta, Radjab pernah berkiprah di tujuh media. Bermula dari harian lokal, Persamaan, ia lalu ikut mendirikan Indonesia Raya bersama Mochtar Lubis dan berkarya di Kantor Berita Antara. Ia tutup usia di Padang pada usia 57 tahun, saat menghadiri seminar sejarah dan budaya di Batusangkar. Tempo melaporkan dari kampung halaman Radjab, menyusuri kenangan tentang dirinya dari para putranya.

Selingan Edisi : Sabtu, 4 Juli 2020

Syair Perang Palembang yang terdiri atas 260 bait yang ditulis dengan huruf Arab Melayu./Tempo/Parliza Hendrawan

Naskah-naskah Palembang yang Terlupakan

KESULTANAN Palembang Darussalam yang ditaklukkan Belanda pada 1821 pernah memiliki sebuah perpustakaan besar berisi koleksi manuskrip. Sultan Mahmud Badaruddin II, penguasa Kesultanan Palembang dua abad silam, dikenal sebagai pencinta literasi. Ia ingin menjadikan kesultanannya sebagai pusat studi Islam dan sastra. Tatkala Kesultanan Palembang diserbu Belanda, sang Sultan diduga mengosongkan perpustakaan dan menyebarkan koleksi manuskripnya ke rumah-rumah bangsawan agar selamat. Para filolog Palembang kini berusaha melacak naskah-naskah itu.

Iqra Edisi : Sabtu, 27 Juni 2020

Adegan dalam film dokumenter Blood Rider./Youtube
Jake Horowitz dalam The Vast of Night./imdb
Seorang Yahudi ‘Pemberontak’ dan Kehidupan setelah Mati/imdb
Hans Pols./sydney.edu.au
Vaksin anak di salah satu desa dekat Bondowoso oleh seorang dokter jawa, 1910./KITLV
Militer mengkarantina wilayah Jawa terkait wabah pes./Tropenmuseum

Kisah Wabah dan Karantina di Hindia Belanda

Berbagai gelombang wabah menghantam Indonesia di zaman Hindia Belanda. Dari pagebluk kolera dan pes pada abad ke-18, ke-19, dan awal abad ke-20 sampai Flu Spanyol menerjang. Situasinya mirip seperti sekarang. Setelah terlambat menangani wabah, pemerintah akhirnya menerapkan karantina wilayah. Banyak hal yang bisa dipelajari dari wabah pada tempo dulu. Strategi mitigasi, isolasi yang tepat, dan gerak cepat kebijaksanaan diperlukan.

 

Selingan Edisi : Sabtu, 16 Mei 2020

Sejumlah murid sekolah dasar mengikuti proses belajar melalui televisi siaran TVRI di Serang, Banten, 14 April 2020./ANTARA/Asep
Kolaborasi delapan penari dalam menyambut Hari Tari Sedunia, yang diunggah akun YouTube HARI TARI DUNIA ISI SURAKARTA, 28 April 2020./Youtube.com
Komplotan Perampok Bertopeng Dali/imdb
Pentas Kamateatra Art Project dan Komunitas Teater Kaki Langit dalam judul Pandemi Paranoid 19 di kanal Youtube Kamateatra./Youtube.com
Personel Efek Rumah Kaca Cholil Mahmud (tengah), Akbar Bagus Sudibyo (kanan), dan Airil Nur Abadiansyah (kiri)./TEMPO/M Taufan Rengganis
Keris yang diduga sebagai Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro./Dok. SNKI dan Brojobuwono

Pro-Kontra Kiai Naga Siluman

Setelah dikembalikan pemerintah Belanda kepada Indonesia pada 10 Maret lalu, Museum Nasional belum juga memamerkan keris legendaris milik Diponegoro alias Raden Mas Ontowiryo. Rupanya ada pro dan kontra soal keaslian keris berjulukan Kiai Naga Siluman itu. Benarkah keris itu tosan aji milik pangeran Yogyakarta yang diserahkan 190 tahun lalu? 

Selingan Edisi : Sabtu, 11 April 2020

Makam Pangeran Diponegoro di Jalan Ponegoro, Kampung Melayu, Makassar, 22 Maret lalu./Tempo/Didit Hariyadi
Penampilan Papermoon yang dapat direquest dan dinikmati melalui handphone./Tempo/Jati Mahatmaji
Konser musik via streaming bertajuk #dirumahaja, yang digagas Najwa Shihab dalam program Narasi TV./Instagram Narasi TV. Tempo/Jati Mahatmaji
Gelanggang Remaja Jakarta Selatan di kawasan Bulungan, 10 Maret lalu. TEMPO/M Taufan Rengganis
Kwee Thiam Tjing alias Tjamboek Berdoeri./Buku Indonesia Dalem Api Dan Bara

120 Tahun Tjamboek Berdoeri

Peringatan 120 tahun kelahiran jurnalis legendaris asal Malang, Jawa Timur, Kwee Thiam Tjing alias "Tjamboek Berdoeri” dirayakan pada pada  23 Februari 2020 lalu dengan sebuah perjalanan napak tilas di kota kelahirannya. Dia adalah saksi sejarah berbagai momentum penting bangsa kita. 

Selingan Edisi : Sabtu, 7 Maret 2020

Pemakaman massal korban pembantaian Mergosono di Malang, Juli 1947./National Archives, CC0
Geladi The Last Ideal Paradise di studio Perum Produksi Film Negara, Jatinegara, Jakarta./ Goethe-Institut Indonesien
Semangat Feminisme dari Harley Quinn/imdb
George McKay dalam 1917./imdb
Pementasan Planet-Sebuah Lament karya Garin Nugroho di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 16 Januari 2020. TEMPO/Nurdiansah

Syair dari Melanesia

Garin Nugroho menyutradarai pentas teater Planet-Sebuah Lament yang bertutur soal kehilangan pascabencana. Semua penampil dan segala perlengkapan pendukung pentas ini bersumber dari ragam budaya timur Indonesia.

Seni Edisi : Sabtu, 18 Januari 2020

Jaap Kunst, 1927. KITLV

Jaap Kunst yang Terlupakan

LEBIH dari seratus tahun silam, Jakob “Jaap” Kunst menjejakkan kaki di Nusantara. Sarjana hukum kelahiran Groningen, Belanda, itu datang ke Hindia Belanda pada 1919 untuk menjalani tur bersama grup musiknya. Sementara dua rekannya kembali ke Belanda, Jaap, pemain biola, memilih tinggal di Indonesia. Usianya 28 tahun ketika dia terpikat pada gamelan Jawa dan memutuskan menyelami alat musik tersebut. Jaap juga mendokumentasikan alat musik tradisi lain. Ia pergi ke pelosok Jawa, Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, juga Papua. Jaap merekam bebunyian dari alat musik tersebut dengan silinder lilin dan piringan hitam, yang sebagian dipampang dalam pameran “Melacak Jejak Jaap Kunst: Suara dari Masa Lalu” di Museum Nasional, Jakarta, 28 November 2019-10 Januari 2020. Semangat Jaap, buku-buku yang ia terbitkan, dan segudang arsipnya menjadi cikal-bakal munculnya istilah “etnomusikologi”.

Selingan Edisi : Sabtu, 18 Januari 2020

Sembilan Album Rekomendasi Tempo 2019
Shoemaker Studios
Pentas tari bertajuk In Search of a Dream di Teater Salihara, Jakarta, 22 November 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Pementasan Teater Koma berjudul J.J Sampah-Sampah Kota di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta 7 November 2019. TEMPO/Nurdiansah
Christian Bale dan Matt Damon dalam Ford v Ferarri. IMDB
Taman vertikal yang dibuat oleh SayTrees di Bengaluru, 2017. saytrees.org
Suasana lalu lintas di kawasan Stadion Chinnaswamy, Bengaluru. Shutterstock

Bengaluru: Kemacetan, Taman, dan Silicon Valley Asia

DALAM dua dekade terakhir, laju Bengaluru kian kencang. Ibu kota Karnataka, salah satu negara bagian di India, ini berevolusi menjadi pusat industri teknologi informasi dunia. Bengaluru satu dari daerah “3B” yang tersohor sebagai ekosistem perusahaan rintisan atau startup, selain Bay Area atau Silicon Valley di Amerika Serikat dan Beijing di Cina. Kota ini juga menjadi sentra riset industri lokal dan perusahaan multinasional ternama, seperti Google, Microsoft, Intel, dan General Electric. Transformasi yang cepat itu berekses kian padatnya populasi dan meningkatnya kemacetan lalu lintas di kota ini. Namun, di sisi lain, Bengaluru menyimpan pesona taman di berbagai penjuru kota.

Intermezzo Edisi : Sabtu, 2 November 2019

Pertunjukan Wayang Bocor bertajuk Permata di Ujung Tanduk oleh Eko Nugroho di Dia.Lo.Gue Artspace, Jakarta, 24 Oktober 2019. TEMPO/Nurdiansah
Della Dartyan sebagai Arini dalam Love for Sale 2. imdb
Oreima Films
Samudra oleh Robin Block di Teater Salihara, Jakarta, 13 Oktober 2019. Salihara/Witjak Widhi Cahya
Rich Brian, pada acara Spotify On Stage 2019, di arena Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, 4 Oktober lalu. Dok. Panitia
Karya Book from The Sky dalam pameran tunggal Xu Bing di Museum MACAN, Jakarta, 3 Oktober 2019. TEMPO/Nurdiansah
Lola Amaria Production
Pementasan Calestial Sorrow. Komunitas Salihara/Witjak Widhi
Screenplay Films
Production Line karya Huang Po-Chih di Art Jakarta 2019. TEMPO/Jati Mahatmaji
Mohammad Toha bersama ibunya PADA1948./Tempo

Diplomasi Republik dan Lukisan Mohammad Toha

BUKU baru berjudul Art & Diplomacy diluncurkan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 17 Agustus lalu. Isinya banyak berupa foto langka zaman pergerakan yang diabadikan lewat jepretan fotografer IPPHOS—kantor berita foto pertama Indonesia. Juga poster, karikatur, serta komik yang dibuat seniman-seniman zaman itu.

Intermezzo Edisi : Sabtu, 24 Agustus 2019

Dok. Falcon

Bumi Manusia, Lika-liku dan Perburuan

NOVEL Bumi Manusia akhirnya muncul dalam layar perak. Film tersebut dirilis pada 15 Agustus 2019, berbarengan dengan Perburuan. Dua karya legendaris Pramoedya Ananta Toer itu digarap rumah produksi Falcon Pictures, yang menggandeng sutradara Hanung Bramantyo (Bumi Manusia) dan Richard Oh (Perburuan). Produksi dua film tersebut ibarat “pecah telur” berbagai upaya mengusung karya-karya Pramoedya ke jagat sinema sejak puluhan tahun silam. Sebelum akhirnya jatuh ke pelukan Falcon dan Hanung, Bumi Manusia sempat berpindah tangan ke sejumlah produser dan sutradara. Simak juga reportase Tempo dari lokasi syuting Bumi Manusia dan Perburuan di Yogyakarta.

Selingan Edisi : Rabu, 14 Agustus 2019

Layar

Tanpa The Beatles, Dunia Hambar...

FILM Yesterday meniupkan premis menarik: betapa jagat kita ibarat “sayur tanpa garam” bila The Beatles, grup musik asal Liverpool, Inggris, tak pernah ada. Premis yang mengandaikan John Lennon dan kawan-kawan sebagai grup musik terpopuler abad ini. Lagu-lagunya elok, abadi, dan mempengaruhi banyak orang di dunia. Digarap sutradara Danny Boyle, Yesterday menyusul puluhan film pendahulu yang juga mengusung tema The Beatles, seperti Help!, A Hard Day’s Night, Yellow Submarine, Across the Universe, Nowhere Boy, dan Living Is Easy with Eyes Closed. Tempo menulis sejarah film-film tentang Beatles. Ikuti pula reportase Tempo ke museum Beatles di Liverpool, juga tulisan mengenai band “Beatles” versi Indonesia.

Intermezzo Edisi : Jumat, 2 Agustus 2019

Whani Darmawan dalam Monolog Diponegoro./Naswan Iskandar/FFTV IKJ
Monokromatis Lempad: Dari Sutasoma Sampai Persanggamaan Kekayi/Tempo

Monokromatis Lempad: Dari Sutasoma Sampai Persanggamaan Kekayi

PAMERAN karya-karya I Gusti Nyoman Lempad (almarhum) disajikan di Galeri Salihara, Jakarta Selatan. Meski hanya sedikit karya yang disuguhkan, pameran ini menjadi istimewa karena mencoba menampilkan gambar-gambar Lempad dalam bentuk animasi dan video mapping. Menggunakan teknik animasi, beberapa karya Lempad disajikan dengan membuat organ tubuh, seperti tangan, bisa bergerak. Khazanah gambar Lempad luas, dari dunia mitologi, folklor, kakawin, sampai kehidupan sehari-hari rakyat jelata Bali. Lempad pun selalu memiliki penafsiran yang unik. Misalnya dalam caranya menghadirkan kisah Men Brayut, ibu miskin yang memiliki 18 anak. Caranya menyuguhkan kisah Mahabharata dan Ramayana atau kakawin seperti Sutasoma juga sangat berbeda dengan perupa-perupa Bali pendahulunya. Ia bahkan rileks menggambar hal-hal yang cenderung erotis. Ketelanjangan bukan suatu hal yang tabu dalam gambarnya. Lempad melukis di kertas putih tanpa campur tangan banyak warna. Monokromatis dengan garis tegas menjadi ciri khasnya.

Intermezzo Edisi : Sabtu, 29 Juni 2019

Pevita Pearce dan Yama Carlos dalam Rumah Merah Putih. Alenia Picture
George Quinn (kanan) bersama Juru Kunci di makam keramat Bugadung, Bojonegoro, JAWA TIMUR, Oktober 2018./dok.pri
Nina  diperankan oleh Chantal Zitzenbacher dalam What Have We Done to Deserve This?. Neue Visionen Filmverleih
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie (tengah) bersama pengurus dan kader saat mendaftar di kantor Komisi Pemilihan Umum. TEMPO/Subekt
Paviliun Indonesia di Bologna Children’s Book Fair 2019. bookfair.bolognafiere.it

Ilustrasi Buku Anak Kita

BUKU anak Indonesia mendapat tempat di dunia internasional karena keberagaman cerita dan ilustrasinya yang memikat. Ilustrasinya dinilai mempunyai konsep narasi yang kuat, teknik yang matang, gaya yang orisinal dan unik, serta estetika yang baik. Penerbit internasional pun banyak yang berminat menerjemahkannya ke berbagai bahasa. Ilustrasi buku anak kita sesungguhnya memiliki sejarah tersendiri. Khazanah sastra anak Sunda, misalnya, pernah memunculkan buku legendaris Roesdi djeung Misnem dengan ilustrasi yang realis dan banyak mengeksplorasi kekayaan budaya setempat.

Iqra Edisi : Sabtu, 4 Mei 2019

Beberapa adegan film Gaza Surf Club. IMDB
Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya P
Jemaah’ Subuh Avengers/Tempo/Jati Mahatmaji
Armie Hammer (tengah) dalam Hotel Mumbai. Arclight Films
Intan Paramaditha./Dok TEMPO/Dhemas Reviyanto
Felicity Jones (tengah) dalam On the Basis of Sex. imdb
Lala Karmela  dalam Kuambil Lagi Hatiku.  Kuambil Lagi Hatiku
Grup Teater IKJ melakonkan adegan Ratu Peri dan sang Keledai dalam teater komedi di Graha Bhakti Budaya, TIM, 17 Februari lalu. ANTARA/Dodo Karundeng
Dean Fujioka sebagai Laut (kiri) saat ditemukan warga dalam adegan film The Man from the Sea (Laut). jcinema2018.id
Rose Pandanwangi pada perayaan ulang tahunnya yang ke-90 di Ciputra Artpreneur, Jakarta, 27 Januari lalu. Dok Sudjojono Centre
Pentas Jakarta Concert Orchestra bertajuk “Queen Night: We Are The Champions” di Ciputra Artpreneur, Jakarta, 19 Januari lalu. Pradnya Paramita
Pelakon opera pemeran Habibie, Farman Purnama (kedua kiri) dan pemeran Ainun, Andrea Miranda (kanan) mementaskan Opera Ainun di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 15 September lalu. -Nita Dian

Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan