maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
DI balik dinding rumah sakit rujukan Covid-19, ada ratusan ribu perawat yang menjaga para pasien dan membantu para dokter menyembuhkan mereka yang terinfeksi virus pneumonia ini. Mereka bertugas dalam pengap dan sesaknya baju pelindung material berbahaya (hazmat) selama 8-12 jam setiap hari, meninggalkan keluarga, hingga berisiko tertular, yang mengancam nyawa. Hingga 23 Desember 2020, sebanyak 4.294 perawat terkonfirmasi positif tertular virus corona, 159 di antaranya meninggal. Hingga kini, menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia, profesi ini belum mendapat pengakuan yang layak dan pantas.
Bergelut dengan data, para epidemiolog membuat analisis yang kemudian dituangkan menjadi saran kebijakan bagi pemerintah pusat dan daerah. Ada yang dilaksanakan, banyak pula masukan yang diabaikan. Pemerintah dianggap melewatkan periode emas penanganan pandemi.
Pandemi Covid-19, yang semula diprediksi hanya berlangsung beberapa bulan, belum juga berakhir. Para dokter berjibaku mengurusi pasien yang terinfeksi penyakit baru itu meski mereka menyadari rentan tertular dan berakhir dengan kematian seperti ratusan sejawatnya. Hingga 24 Desember lalu, sebanyak 224 dokter dan 15 dokter gigi meninggal karena Covid-19. Di tengah ancaman penyakit yang belum ada obatnya itu, para dokter terus berjuang meskipun mereka dapat memilih tidak terlibat sejak awal atau pergi meninggalkan gelanggang.
Pandemi Covid-19 terjadi dengan sangat cepat. Penyakit baru tersebut membuat semua orang tergagap, termasuk tenaga kesehatan yang menjadi penjaga gawang penanganan pasien. Hingga 10 November lalu, sebanyak 282 tenaga kesehatan meninggal akibat pagebluk. Di sisi lain, sebagian masyarakat masih mengabaikan protokol kesehatan. Kondisi ini mempengaruhi mental para petugas medis. Sebagian dari mereka menderita burnout, beberapa di antaranya sudah dalam tahap depresi. Kondisi itu membuat mereka rentan terjangkit Covid-19.
Hasil tes usap yang digelar Badan Intelijen Negara diduga tak akurat. Tak semua hasil pengujian itu dilaporkan ke Satuan Tugas Penanganan Covid-19 ataupun Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Ketidakakuratan itu disebut bisa mempercepat penularan virus.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat laporan tentang kekerasan terhadap perempuan meningkat sejak pandemi Covid-19. Bentuk kekerasan yang dialami bukan hanya fisik, tapi juga psikis, seksual, hingga kekerasan ekonomi. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, juga menyoroti cara pembacaan data pelaporan kasus kekerasan seksual yang membandingkan jumlah dari tahun ke tahun.
Pengadaan alat pelindung diri selama pandemi diduga bermasalah. Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan sebagai pejabat pembuat komitmen menunjuk perusahaan yang tak memiliki rekam jejak membuat APD. Kekisruhan itu berujung pada kelangkaan alat pelindung diri, yang ditengarai membuat sejumlah tenaga kesehatan terpapar corona. Liputan ini terselenggara berkat kolaborasi Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengatakan pasien Covid-19 terus bermunculan dengan menunjukkan gejala yang bermacam-macam. Dijuluki “penyakit dengan seribu wajah”, Covid-19 tidak lagi hanya menginfeksi sistem pernapasan dan paru-paru. Bukan hanya masyarakat awam yang rentan terinfeksi, tapi juga para tenaga medis. Apalagi virus SARS-CoV-2 diketahui bisa menyebar lewat udara. Agus mengimbau tenaga medis dan masyarakat terus waspada serta menjalankan protokol kesehatan secara ketat.
Guru besar ilmu kesehatan anak Universitas Padjadjaran, Kusnandi Rusmil, dipercaya memimpin uji klinis fase III vaksin Coronavirus Disease 2019 di Kota Bandung mulai pertengahan Agustus nanti. Sebanyak 1.620 relawan dilibatkan dalam penelitian selama enam-tujuh bulan sebelum vaksin bisa diproduksi massal oleh PT Bio Farma (Persero). Vaksin buatan perusahaan farmasi Cina, Sinovac Biotech Ltd, itu merupakan kandidat vaksin pertama Covid-19.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.