Diakah
Dirjen Postel Mayjen Soehardjono diberitakan meminta komisi $ 40 juta pada sebuah perusahaan di AS. Ia menjelaskan, isu tersebut dibuat cheatham yang kecewa karena tak berhasil menjadi kontraktor.

MAYOR Jenderal Soehardjono tinggi besar dan berusia 54 tahun -
tidak mirip dengan tokoh film The Six Million Dollar Man yang
diputar oleh TVRI tiap Jum'at malam belakangan ini. Ia lebih
dikenal sebagai pencinta kuda.
Di luar pekerjaan dinas dia adalah juga Ketua PORDASI
(Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia). Beberapa
keteranan menyebutkan bahwa dia punya beberapa puluh ekor kuda
di ranch Pamulang daerah Parung. Jawa Barat. Isterinya
dikabarkan sebagai orang yang sangat ahli dalam pemeliharaan
kuda. Di samping sebagai kegemaran, kuda-kuda itu juga sumber
penghasilan yang diurus langsung oleh isteri Suhardjono.
Kini, setelahi laporan Seymour M. Hersh di The New York Times,
namanya tercetak di seluruh dunia sebagai Direktur Jenderal
Pos-Tel yang meminta komisi S 40 juta dari sebuah perusahaan
Amerika.
The New York Times sendiri tak berhasil menemuinya untuk
mendapatkan komentar. Tapi suatu perjumpaan singkat dengan
Martin Aleida dan Fikri Jufri dari TEMPO terjadi juga pekan lalu
- ketika Soehardjono sedang berangkat dari kantornya untuk
bertemu dengan Menteri Perhubungan Emil Salim. Dari situ dapat
dikutip pernyataan sang Dirjen yang oleh Emil Salim dinilai
sebagai "tak suka publisitas" dan "termasuk Dirjen yang paling
mengerti persoalan" ini.
"40 juta dollar itu berapa banyak coba hitung", kata Soehardjono
sambil jari-jarinya bergerak seperti sedang menghitung duit. "16
milyar rupiah. Pada saat itu 6% kalau didepositokan. Lha dapat
berapa saya?!"
Ia kemudian menyingkapkan latarbelakang Thomas P Cheatham Jr.,
bekas konsultan General Telephone yang menuduh, Soehardjono
sebagai si peminta komisi: "Orang itu sebenarnya broker. Orang
itu dulu dipecat oleh Hughes Aircraf, jadi dia dongkol terhadap
Hughes".
Soehardjono juga menjelaskan, bahwa General Telephone (GTE)
tidak membuat satelit. Yang membuat satelit adalah Hughes - dan
Cheatham untuk proyek telekomunikasi yang dirancangkan Indonesia
malah bermaksud memesan satelitnya dari Hughes juga. Dan dia
kalah: rencananya tidak diterima. "Ini 'kan persoalan kalah
tender", kata Soehardjono. "Terang saja, sama seperti di sini
kalau ada yang kalah akan dikatakan 'terang saja perusahaan itu
menang, karena Pak Dirjen ada saham di sana' ".
Soehardjono juga menceritakan selintas, bahwa waktu proyek
Jatiluhur dulu berjalan, ia dituduh oleh fihak yang kalah tender
sebagai "dapat komisi dua juta dollar". Kata Soehardjono:
"Proyek Jatiluhur itu berjumlah 6,2 juta dollar, dan saya
dikatakan dapat dua juta. Jadi 30%. Gendeng apa?! "
Dalam proyek telekomunikasi kali ini, dalam perundingan dengan
Hughes Aircraft, keputusan tidak diambil begitu saja. Sebuah
perusahaan konsultan telah dipergunakan, yaitu Teleconsult.
Bahkan menurut Soehardjono, lembaga perwakilan rakyat AS,
Kongres, sudah mengetahui persoalan kontrak dengan Hughes
Aircraft itu.
Hal ini karena untuk proyek telekomunikasi tersebut diperoleh
pinjaman dari Bank Export-lmport AS, "Export-Import Bank of
Washington" sebuah badan operasionil pemerintah AS di bidang
dana-dana internasional, yang harus memberikan laporan kepada
Komisi Perbankan dalam Kongres. Jumlah pinjaman dari "Eximbank"
itu menurut Soehardjono "150 juta dollar lebih", dan itu "pakai
persetujuan Kongres, karena melebihi ceiling (batas
tertinggi)". Adapun batas tertinggi menurut Soehardjono adalah $
50 juta.
Menurut sumber TEMPO, pinjaman dari "Eximbank" untuk proyek
satelit Palapa dan seluruh stasiun bumi berjumlah 56,6 juta.
Sedang dari konsortium perbankan di AS yang dipimpin Bank of
America (BOA) diperoleh pinjaman (commercial loan) S 89,3 juta.
Dan yang dibiayai oleh pemerintah RI - sebagai pinjaman Bank
Indonesia pada Ditjen Perumtel - adalah S 15,9 juta. Tentang
"batas tertinggi" seperti disebutkan Soehardjono, menurut sumber
TEMPO. Hal itu dikaitkan dengan perbandingan yang lazimnya
berlaku antara jumlah pinjaman yang diberikan Eximbank dengan
yang diberikan bank-bank komersiil: 40%:60%.