Menanam Pohon yang Bukan Asal Hijau
Gerakan menanam pohon di Provinsi Sulawesi Barat sarat makna. Bukan sekadar menanam
Kerja keras dan kepedulian terhadap pelestarian lingkungan membuat Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, Bahtiar Baharuddin meraih penghargaan Apresiasi Tokoh Indonesia 2024 yang diinisiasi Tempo Media Group. Dia mendapatkan apresiasi kategori Pelestarian Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Penghargaan tersebut diberikan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Komisaris Jenderal Polisi Tomsi Tohir Balaw dan didampingi Direktur Utama Tempo Media Group Arif Zulkifli.
Bahtiar Baharuddin mengatakan, pelestarian lingkungan tidak dapat dilakukan dengan sekadar menanam pohon untuk penghijauan. Terlebih di daerah yang berisiko terjadi bencana gempa atau tanah longsor, seperti Sulawesi Barat, yang secara geografis sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan. Konsep gerakan menanam juga perlu mempertimbangkan kondisi geografis agar dapat mencegah bencana.
“Sebagian besar wilayah Sulawesi Barat berupa pegunungan dan ada pula pantai sepanjang sekitar 600 kilometer,” kata Bahtiar Baharuddin pada malam Apresiasi Tokoh Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 10 September 2024. “Sulawesi Barat memiliki alam yang luar biasa subur, namun juga memiliki risiko bencana yang sangat tinggi. Nah, sekarang bagaimana kita melestarikan lingkungan bukan sekadar menanam pohon, tetapi juga sekaligus mencegah atau mitigasi risiko bencana.”
Selain untuk mengatasi bencana, gerakan menanam yang dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat juga memiliki nilai ekonomi, menjadi sumber gizi bagi masyarakat, dan memperkuat ketahanan pangan. “Kegagalan kita selama ini adalah asal menanam pohon, asal hijau, yang 20 tahun ke depan dibutuhkan dan ditebang. Jadi, kita menanam pohon yang bernilai ekonomi, misalnya sukun, durian, mangga, nangka, aren. Bukan asal hijau, tetapi bisa mencegah bencana dan menjadi sumber gizi bagi masyarakat,” kata Bahtiar.
Konsep gerakan menanam pohon dengan menciptakan ekosistem ekonomi, sambung pria kelahiran Bone, 1973, ini juga dilakukan untuk menyikapi tantangan dan risiko bencana yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat Sulawesi Barat yang tinggal di daerah pegunungan. “Daerah kami sebagian besar berupa gunung-gunung tinggi dan masyarakat sudah tinggal di daerah yang rawan longsor. Sekarang bagaimana caranya kita mengatasinya? Mau direlokasi tentu tidak punya uang yang cukup. Maka resep saya adalah bagaimana mencegah risiko bencana masyarakat yang tinggal di pegunungan dengan membikin benteng pertahanan, yaitu pohon yang memiliki dampak ekonomi,” ucap Bahtiar.
Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru
Sebagai seorang yang menaruh perhatian besar terhadap masalah lingkungan, Bahtiar pun menyarankan kepada para pecinta lingkungan untuk memilih jenis tanaman yang dapat tumbuh di segala cuaca dan tempat, seperti tanaman sukun. “Saya menemukan satu pohon yang paling kuat dan mampu bertahan hidup di pulau, bahkan di pesisir pantai. Itu pohon khas Indonesia, pohon sukun,” tutur Bahtiar.
Adapun di kawasan sekitar laut atau pesisir pantai, bisa dilakukan dengan membangun ekosistem mangrove yang bagus untuk biota laut. Bahtiar mencontohkan, dalam memperingati hari ulang tahun Provinsi Sulawesi Barat, dalam sepekan ini dia beserta jajarannya menanam mangrove. “Kami menanam mangrove bukan sekadar seremonial, tetapi kegiatan masyarakat setiap saat,” katanya menambahkan.
Provinsi Sulawesi Barat, menurut Bahtiar, menjadi salah satu daerah yang diandalkan sebagai penyumbang terbesar penurunan emisi karbon. Mangrove, dia menjelaskan, adalah tumbuhan yang paling efektif menurunkan emisi karbon sekaligus menahan ombak ke pesisir, serta mencegah abrasi pantai. Tanaman ini berperan sebagai karbon biru, baik menyerap ataupun menyimpan karbon.
Bahtiar melanjutkan, telah meletakkan fondasi Sulawesi Barat yang Malaqbi alias Maju, Berlanjutan dalam Ekosistem Ekonomi Hijau dan Biru yang Inklusif. “Jadi, apapun bentuk pembangunan di Sulawesi Barat, sektor apapun yang dikembangkan, harus berorientasi pada lingkungan dengan hijaunya daratan serta birunya laut dan udaranya,” katanya.
Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat, yaitu Mamuju, masuk dalam sepuluh kota dengan udara terbersih berdasarkan alat ukur tingkat polutan di udara milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per 2 Juni 2024 dan pada 2023 kualitas udara di Kota Mamuju menjadi yang terbersih se Asia Tenggara. Karena itu, Bahtiar berkomitmen mempertahankan kondisi tersebut dalam beberapa tahun ke depan.
Dia juga mendorong masyarakat untuk melakukan diversifikasi usaha atau migrasi profesi dengan mengembangkan berbagai potensi daerah, seperti budi daya tanaman anggrek di Kabupaten Mamasa. Bahtiar mengatakan, Provinsi Sulawesi Barat memiliki 400 jenis anggrek. “Yang sedang saya kerjakan, bagaimana supaya Kabupaten Mamasa menjadi tempat penghasil anggrek,” katanya. “Jadi, mengajari masyarakat untuk melestarikan lingkungan bukan dengan sekadar menanam, tetapi harus terkoneksi dengan ekosistem ekonomi, pangan, sekaligus mencegah atau mengatasi risiko bencana.”
Selain melakukan penanaman, Bahtiar juga akan mengupayakan rekayasa sosial dengan mendorong masyarakat untuk beternak. Hal tersebut untuk mengantisipasi keterbatasan lahan akibat pertambahan penduduk. Da membayangkan dalam beberapa tahun ke depan, jumlah penduduk akan terus bertambah, sehingga lahan untuk bertani kian menyusut.
Tumbuh Bersama IKN
Daerah Sulawesi Barat yang subur berdampingan dengan Ibu Kota Nusantara. Menurut Bahtiar, saat ini Provinsi Sulawesi Barat bukan sekadar penyangga utama IKN, namun tumbuh bersama IKN. Bahtiar menyampaikan tiga poin utama agar keberadaan IKN dengan Provinsi Sulawesi Barat saling menunjang.
Pertama, membuka konektivitas penerbangan dari Mamuju sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat dengan IKN melalui Bandar Udara Sepinggan di Balikpapan atau melalui Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto di Samarinda. Kedua, membuka konektivitas laut; dan ketiga, menambah jumlah angkutan orang dan barang dari Sulawesi Barat ke IKN, dan sebaliknya.
Bahtiar mengungkapkan pentingnya keberadaan pelabuhan kontainer di Sulawesi Barat agar arus logistik dari dan ke Sulawesi Barat lebih lancar. Keberadaan pelabuhan kontainer, menurut dia, menjadi syarat utama dalam mendukung pertumbuhan hilirisasi hasil alam di Sulawesi Barat. Daerah ini memiliki hasil pertanian, peternakan, hortikultura, perikanan, dan kelautan yang berlimpah.
Provinsi Sulawesi Barat memiliki daratan seluas lebih dari 16 ribu kilometer persegi dan lautan 22 ribu kilometer persegi. Bahtiar mengupayakan agar provinsi yang dipimpinnya menjadi daerah penghasil hortikultura terbesar. Pada triwulan kedua 2024, Provinsi Sulawesi Barat mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,30 persen. Pencapaian tersebut antara lain didorong oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Di samping pertumbuhan ekonomi, realisasi investasi pada periode yang sama juga menunjukkan perkembangan signifikan, yaitu sebesar Rp 644,14 miliar, tumbuh 56,95 persen dari triwulan pertama 2024