Epilog Kunjungan Paus Fransiskus
Jika urusan diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya.
SIAPA pun yang masih memiliki ketulusan serta kelembutan dalam lubuk hatinya yang terdalam akan merasakan keharuan menyaksikan dua tokoh agama yang berlainan keyakinan berinteraksi tanpa banjir kata-kata. Bahasa tubuh mereka memancarkan ketulusan saling menghormati dan menyayangi di antara dua manusia yang memiliki perbedaan keyakinan.
Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menunjukkannya. Mereka menyadarkan kita bahwa ketulusan hakiki telah sirna di kalangan pemegang amanah rakyat banyak. Berbagai tulisan di media menampilkan kajian berlandaskan nilai keagamaan. Salah satunya kebohongan publik yang dalam pemahaman keagamaan dapat digolongkan kemunafikan.
Rasulullah SAW mengatakan perihal situasi akhir zaman dalam nubuat-nubuatnya seperti disampaikan penulis Hasanul Rizqa. “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia. Pendusta dipercaya. Orang yang jujur didustakan. Amanat diberikan kepada pengkhianat. Orang yang jujur dikhianati, dan ruwaibidhah turut bicara.’ Beliau ditanya, ‘Apakah ruwaibidhah itu?’ Beliau menjawab, ‘Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan (kepentingan) umum’” (HR Ibnu Majah).
Di bulan kelahiran Rasulullah ini, mari kita renungkan salah satu hadisnya. Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancurannya. Seorang sahabat bertanya, “Apa maksud amanat disia-siakan?” Nabi menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuran itu.”
Salah satu hal yang mengingatkan kita pada luhurnya cita-cita para pendiri bangsa ini dalam menyusun pemerintahan adalah kabinet zaken. Istilah ini mengacu pada pemerintahan yang diisi oleh para ahli. Selain memiliki pandangan jauh ke depan, para pemimpin dalam pemerintahan perlu memiliki nurani yang bersih serta tulus. Istilah kiwari yang mentereng, seperti good governance, merit system, knowledge, skill, ability, dan attitude, dibakukan dalam satu kata: kabinet zaken.
Hadisudjono Sastrosatomo
Menteng Raya, Jakarta Pusat
Klarifikasi GoTo
TERKAIT dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 9-15 September 2024 berjudul “Bocoran Jendela Jet Garena”, bersama ini kami menyampaikan keberatan dan klarifikasi. GoTo tidak pernah menerima permintaan apa pun dari Bapak Gibran Rakabuming Raka, sebagaimana yang diberitakan dalam artikel tersebut.
Kami juga menyatakan keberatan GoTo disebut dalam pemberitaan tersebut karena konteksnya tidak relevan. Setiap program dan kerja sama oleh GoTo dilakukan secara transparan dan sesuai dengan peraturan.
Nila Marita
Chief Corporate Affairs GoTo
Terima kasih atas klarifikasi Anda. Informasi tersebut kami peroleh dari sejumlah narasumber. Kami juga sudah melayangkan permintaan konfirmasi kepada manajemen GoTo sebelum artikel tersebut terbit.
Peraturan Dibuat untuk Dilanggar?
ADA pemeo “peraturan dibuat untuk dilanggar”. Ini terbukti dengan gamblang dalam kehidupan sehari-hari. Contoh kecil, ada papan dilarang membuang sampah, tapi di situ sampah menumpuk. Ada papan “dilarang memberi uang kepada pengemis”, justru di dekat papan larangan itu pengemis berkumpul. Bahkan ada pengendara sepeda motor masuk ke jalan tol. Ini contoh di tingkat bawah.
Di tingkat atas juga banyak pelanggaran. Etika sosial-budaya, seperti budaya malu dan siap mundur jika bersalah, telah luntur. Etika politik dan pemerintahan, seperti jujur, melayani, toleran, dan tidak bersikap munafik, sudah hilang. Etika bisnis dan ekonomi, seperti mencegah monopoli dan oligopoli, diabaikan. Etika penegakan hukum berkeadilan yang tidak diskriminatif pun tak ditegakkan.
Tidak ada satu pun dari semua etika ini yang dipedomani. Sumpah anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk bekerja sungguh-sungguh demi tegaknya demokrasi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara pun bagai jauh panggang dari api.
Bahkan ada tren yang mengarah pada menyatunya kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ini perkembangan yang cukup mengkhawatirkan.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Sudah berubahkah mental kita karena situasi dan kondisi menghendaki demikian? Mari kita berintrospeksi untuk kembali ke jalur yang benar. Semoga pemeo tersebut bisa kita ubah menjadi “peraturan dibuat untuk ditaati dan dipedomani”.
Kosmantono
Banyumas, Jawa tengah