maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Kibang-kibut di Rawa Gambut

Proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah berubah menjadi perkebunan sawit. Pemerintah tak belajar dari kesalahan sebelumnya.

arsip tempo : 173075335044.

Kibang-kibut di Area Gambut. tempo : 173075335044.

PEPATAH “keledai tidak akan jatuh dua kali ke lubang yang sama” tampaknya tak berlaku untuk proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Alih-alih belajar dari kegagalan di masa lalu, pemerintah justru kembali mengulangi kesalahan dengan mengalihfungsikan lahan gambut menjadi area pertanian yang rentan gagal.

Hasil investigasi Pantau Gambut, organisasi nonpemerintah yang berfokus pada isu lingkungan, mengungkapkan bahwa lebih dari 270 hektare area lumbung pangan di Kalimantan Tengah telah berubah menjadi kebun sawit. Kebun tersebut tersebar di desa-desa seperti Tajepan, Penda Katapi, Palingkau Jaya, dan Palingkau Asri, Kabupaten Kapuas.

Kawasan sawit itu berada di area hutan yang—menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan—seharusnya digunakan untuk proyek lumbung pangan. Namun PT Wira Usahatama Lestari mengantongi izin hak guna usaha (HGU) untuk menanam sawit di lahan tersebut.

Bila perusahaan memperoleh HGU sebelum penetapan lahan lumbung pangan, ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan perencanaan pemerintah dalam menentukan kawasan proyek. Sebaliknya, bila izin HGU dikeluarkan setelah penetapan lahan, ini adalah bentuk pelanggaran aturan oleh perusahaan. Kedua kemungkinan ini sama-sama menunjukkan adanya masalah serius dalam pelaksanaan proyek.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan bahkan telah memberikan “rapor merah” bagi proyek ini. Dalam audit tahun 2020-2021, BPK mencatat proyek bernilai triliunan rupiah tersebut tidak didasarkan pada data dan informasi yang valid, pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan, pengawasannya minim, serta pengadaan alat pertaniannya menyimpang dari prosedur yang benar.

Selain itu, Pantau Gambut melaporkan bahwa proyek lumbung pangan telah menyebabkan kerusakan lebih dari 2.000 hektare hutan gambut yang merupakan habitat satwa langka seperti orang utan dan bekantan. Ironisnya, lebih dari 4.000 hektare area lumbung pangan yang dibuka empat tahun lalu kini terbengkalai. Lahan gambutnya mengering dan beberapa titik bahkan masuk area kebakaran hutan pada 2023.

Temuan BPK dan Pantau Gambut memperjelas bahwa kebijakan lumbung pangan di Kalimantan Tengah bermasalah dan berpotensi gagal. Proyek ini tampak dilakukan tergesa-gesa, mirip dengan proyek serupa yang gagal di era Soeharto. Presiden Joko Widodo memaksakan proyek tersebut dengan dalih ketahanan pangan di tengah masa pandemi Covid-19.

Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, proyek lumbung pangan ini seharusnya dihentikan. Prabowo boleh saja mengusung agenda swasembada pangan, tapi jangan sampai merusak hutan dan lahan gambut. Untuk mencapai swasembada yang berkelanjutan, pemerintah semestinya berfokus pada intensifikasi melalui teknologi pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Langkah penting lain adalah memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang terbukti merambah area lumbung pangan untuk menanam sawit. Hanya dengan pendekatan yang tegas dan berkelanjutan, pemerintah dapat membangun ketahanan pangan tanpa harus jatuh ke lubang yang sama di masa mendatang. Bila keledai saja bisa belajar dari kesalahan, masak pemerintah tidak bisa?

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 3 November 2024

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan