maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Setengah Hati Menindak Penambangan Pasir Ilegal

Pulau-pulau kecil terancam tenggelam akibat penambangan pasir. Memperparah abrasi yang dipicu kenaikan permukaan air laut.

arsip tempo : 172203633592.

Nyaris Tenggelam, Dikeruk Pula . tempo : 172203633592.

DAMPAK buruk krisis iklim terhadap pulau-pulau kecil tak membuat pemerintah lebih serius menyiapkan mitigasi bencana. Buktinya, pemerintah terus mengizinkan industri menguras sumber daya alam tanpa menimbang kelestarian pulau kecil serta kepentingan masyarakat lokal.

Contoh paling gamblang adalah ketidakpedulian pemerintah atas kerusakan lingkungan serta kehidupan nelayan Pulau Rupat, Bengkalis, Riau. Pulau-pulau kecil di sekitar Rupat juga terancam tenggelam akibat penambangan pasir laut yang jorjoran.

Setelah mendapat desakan dari masyarakat dan nelayan lokal, Kementerian Kelautan dan Perikanan akhirnya memang menghentikan penambangan pasir laut oleh PT Logomas Utama itu pada 14 Februari 2022. Alasannya, di samping melanggar aturan, penambangan pasir laut itu telah merusak terumbu karang dan padang lamun serta memicu abrasi.

Namun pembekuan sementara itu tak menjamin tambang bakal berhenti selamanya. Sebab, izin usaha penambangan yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Riau pada 2017 tidak dicabut. Padahal pemberian izin itu bermasalah karena persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan, yang terbit pada 1998, sudah kedaluwarsa. 

Pemerintah semestinya tak setengah hati menegakkan aturan. Penambangan pasir di pulau seukuran Rupat jelas melanggar Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Undang-undang tegas menyatakan pemanfaatan pulau kecil—seluas 2.000 kilometer persegi atau kurang—diprioritaskan untuk konservasi, penelitian, budi daya laut, usaha perikanan lestari, atau pertahanan dan keamanan negara. Faktanya, di Rupat yang luasnya hanya 1.500-an kilometer, selain terdapat penambangan pasir, ada enam perkebunan kelapa sawit dan satu perkebunan kayu.

Di atas kertas, Pulau Rupat pun merupakan satu dari 111 pulau kecil dan terluar yang ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai pulau yang harus dijaga utuh. Sebagai pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Malaysia, keberadaan Rupat juga penting untuk pertahanan negara. Namun, di lapangan, penambangan pasir di perairan utara Rupat terus berjalan hingga menenggelamkan Beting Kuali atau Beting Tinggi yang berada di belakang Pulau Babi.

Celakanya, kini bukan hanya Pulau Rupat yang merana. Penambangan pasir terjadi di banyak pulau kecil. Padahal tanpa dikeruk pasirnya pun pulau-pulau kecil terluar luasnya menyusut rata-rata 5,08 persen dalam kurun 20 tahun. Penelitian Universitas Padjadjaran pada 2021, misalnya, menemukan luas Pulau Nipa di Laut Natuna Utara telah menciut 3.409 meter persegi selama 1993-2009.


Baca liputannya:


Peringatan senada datang dari ilmuwan dunia pada Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC). Dalam laporan terbarunya, tim ahli IPCC menyatakan pulau-pulau kecil dan pesisir makin terpengaruh oleh kenaikan suhu, siklon tropis, abrasi, kekeringan, hujan ekstrem, dan kenaikan muka air laut. Para ilmuwan IPCC memprediksi permukaan laut naik hingga 1,1 meter pada 2100. 

Sebagai negara kepulauan—dengan lebih dari 13 ribu pulau kecil—Indonesia seharusnya sungguh-sungguh menyiapkan mitigasi bencana. Sayangnya, pejabat pemerintah lebih suka merapalkan jumlah pulau kecil tersebut ketimbang menjaga kelestariannya. 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 Juli 2024

  • 14 Juli 2024

  • 7 Juli 2024

  • 30 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan