MENGAKU sebagai orang Jawa yang anti-Belanda, Ernest Douwes Dekker memiliki peran sentral di lingkaran Sukarno saat usia Republik masih muda. Ia sering sowan ke Padepokan Taman Siswa, sekolah yang didirikan Ki Hadjar Dewantara, bila tak ada kesibukan di Istana Negara.
Sang pemberani ini masuk Masyumi karena tertarik ide pergerakan Islam modern yang diusung Natsir. Tak lama setelah dibebaskan Belanda, Douwes Dekker tamat oleh penyakit. Jantungnya lemah, parunya digerogoti bronkitis. Di saat-saat terakhir, ia masih sempat bergurau tentang tubuhnya yang bernasib sama seperti Republik, "Jalan 100 meter, berhenti, didorong-dorong."
Pak Tua Penggerutu Kembali ke Indonesia, Douwes Dekker diangkat jadi menteri negara. Penasihat penting Sukarno.
DI ujung Jalan Malioboro, persis di selatan Istana Negara Yogyakarta. Sebuah bangunan tua putih bersih megah berdiri. Warna emas tampak di beberapa bagian di dekat pintu. Tiga tahun lagi bangunan itu genap berusia seratus tahun: Gedung Seni Sono. Ketika ibu kota Republik pindah ke Yogyakarta, rumah itu dipakai sebagai kantor Kementerian
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.