BRGM Optimistis Target Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove Tercapai di Tahun 2024
BRGM menargetkan restorasi gambut di tahun 2024 sebesar 355 ribu.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) optimistis target restorasi gambut sebanyak 1,2 juta Hektare dan rehabilitasi mangrove seluas 600 ribu Hektare akan tercapai di tahun 2024. Hal itu disampaikan Kepala BRGM, Hartono Prawiraatmaja, belum lama ini.
BRGM, kata Hartono, berhasil menyelesaikan 545 ribu hingga 2022. Sementara di tahun 2023 ini Hartono optimistis target 300 ribu tercapai. Bekerjasama dengan Pemerintah daerah, BRGM pun menargetkan restorasi gambut di tahun 2024 yaitu sebesar 355 ribu.
Sementara untuk mangrove, Hartono optimistis target rehabilitasi di lahan seluas 600 ribu hektare juga tercapai pada 2024, terutama dengan skema pembiayaan lain selain APBN dan APBD. Menurutnya, pencapaian target sampai 2024 untuk rehabilitasi mangrove bisa dicapai dengan bantuan kewajiban rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) oleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Selain itu, terdapat pemodelan investasi untuk kawasan yang diperuntukkan bagi penyimpanan dan penyerapan karbon yang akan menjadi bagian dari perdagangan karbon
Dalam mencapai target tersebut, Hartono mengakui bukan tanpa kendala. Namun, menurutnya membenahi suatu negara itu juga harus memiliki komunikasi yang terbuka. “Di awal, kita bekerja sendiri-sendiri. Konsesi diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), di luar konsesi dikerjakan BRGM bekerjasama dengan Pemda. Tapi setelah 5 tahun, ini enggak optimal karena kerja sendiri-sendiri itu mementingkan area kerjanya sendiri. Oleh karena itu setelah 2020, komunikasi kita menjadi lebih baik dengan KLHK dan perusahaan. Perlu disinergikan usaha-usaha seperti itu.”
Tak jarang mereka melibatkan perguruan tinggi sebagai penengah. Hartono mengingatkan, saat ini ada target bersama yang perlu direalisasikan. “Target bersama itu adalah penurunan emisi,” ujar dia.
Seperti diketahui, gambut dinilai sebagai habitat lahan basah yang mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar sehingga dapat mencegah larinya gas rumah kaca ke atmosfer yang dapat menyebabkan perubahan iklim. Namun, masalah pembukaan lahan gambut, drainase yang berlebihan, dan kebakaran yang sering terjadi menjadi faktor utama penyumbang emisi gas rumah kaca seperti metana (CH4), C02, dan nitrogen Oksida (N20).
Sementara mangrove diketahui merupakan tanaman yang dapat menyimpan karbon dengan baik. Bahkan, saat ini hutan mangrove dapat dijadikan investasi yang bisa dihitung karbonnya untuk bisa dikompensasikan ke pemilik industri yang mengeluarkan emisi.