maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Dilema Kelas Menengah

Kelas menengah terjepit: tak mendapat bantuan sosial, utang menumpuk, tabungan tak seberapa.

arsip tempo : 171547343562.

Surat Pembaca. tempo : 171547343562.

BEBERAPA pekan lalu saya menyimak berita soal dilema kelas menengah. Berita itu menarik karena relevan dengan keadaan saya: bantuan sosial tak dapat, penghasilan sampingan tak punya, utang menumpuk, dan tabungan pas-pasan. Usaha kecil-kecilan yang saya jalankan pun bangkrut. Kemampuan saya tak jelas dan di usia 35 tahun belum mapan.

Nah, sebaiknya dilema kelas menengah ini diulas Tempo dalam edisi khusus. Bila perlu, Tempo membahas isu-isu seputar pemberdayaan kaum kelas menengah, rekomendasi, dan edukasi pemberdayaan masyarakat. Nanti kalau saya dan jutaan pembaca Tempo dari kelas menengah ini “naik kelas”, kami subscribe Tempo digital berjemaah. Jika ada 1 juta pembaca mau membayar berita Tempo Rp 200 ribu, penghasilan Tempo sudah bisa ditakar. Jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta, lho.

Hardi Yan
Indragiri Hilir, Riau 

Terima kasih atas usulnya, Pak Hardi. Kami coba rumuskan dulu perencanaan liputannya.

Etika dan Perilaku

SUDAH 79 tahun Indonesia merdeka lepas dari penjajahan. Kehidupan sebagian masyarakat sudah meningkat bertahap menjadi sejahtera. Begitu pula dengan tingkat pendidikan, karena masyarakat yang terdidik jumlahnya terus meningkat. Namun ada empat perilaku sangat mendasar bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang harus diperhatikan dan diperbaiki. Sebab, hal tersebut berkaitan dengan etika dan adab.

Pertama, cara membuang sampah yang baik dan benar. Apabila kita ke tempat umum, terlihat sampah berceceran di mana-mana, padahal ada tempat sampah. Kedua, budaya antre dipandang sepele dan tidak penting. Orang yang menerobos antrean agar bisa mendapat giliran lebih cepat sangat sering kita temui. Ini sepertinya merupakan hal yang dianggap lumrah. Pelakunya tidak terlihat merasa bersalah dan malu kepada orang lain yang tertib antre dengan susah payah. 

Ketiga, cara berlalu lintas belum sesuai dengan peraturan serta tidak beretika dan beradab. Sebagian besar peristiwa kecelakaan lalu lintas terjadi karena kesalahan manusia. Pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas yang begitu masif dianggap sebagai hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari, apalagi penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut sangat lemah.

Keempat, kurangnya rasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga sarana-prasarana yang disediakan untuk kepentingan umum. Masih sering kita menyaksikan fasilitas umum yang dirusak oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dengan tujuan yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Rupanya, tingkat kesejahteraan, latar belakang pendidikan, bahkan barangkali kepercayaan yang dianut tidak berbanding lurus dengan etika dan perilaku sebagian masyarakat kita. Padahal etika dan perilaku merupakan cermin sebuah bangsa yang beradab.

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat

Menangani Sampah Organik

AKUMULASI sampah organik tidak hanya menciptakan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara dan air. Kesuburan tanah pun berkurang secara bertahap. Salah satu program lingkungan yang makin mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat adalah pembuatan kompos.

Namun pembuatan kompos memerlukan waktu dan pemahaman yang mendalam tentang dekomposisi bahan organik. Terkait dengan hal ini, ada metode Takakura yang bisa menjadi solusi. Dr Yoshinori Takakura mengembangkan metode ini dengan menggabungkan prinsip sederhana pemanfaatan mikroorganisme yang berguna mempercepat dekomposisi sampah organik. Metode Takakura menggunakan fermentasi sebagai sarana menguraikan material sampah. Dengan menggunakan mikroba, material sampah yang dihasilkan tidak akan berbau busuk.

Dampak positif metode Takakura dalam pengolahan sampah organik rumah tangga juga terlihat melalui pengurangan jumlah sampah organik yang masuk ke tempat pembuangan akhir dan berkurangnya risiko pencemaran lingkungan. Hal ini membantu meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan. Dengan demikian, penerapan metode Takakura tidak hanya mendukung upaya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, tapi juga memperkuat keberlanjutan lingkungan dan pertanian lokal.

Masyarakat Desa Kauman di Ponorogo, Jawa Timur, sudah melaksanakan kegiatan rutin pembuatan kompos Takakura di rumah masing-masing yang dipantau koordinator tim pemberdayaan kesejahteraan keluarga dan kelompok tani. Masyarakat Desa Kauman menggunakan campuran cairan tape atau ragi dalam pengomposan.

Aulia Hana Faradiba
Ponorogo, Jawa Timur

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan