Ujian Skalu, Ujian Eksperimen
Ujian skalu yang dilaksanakan UI, UGM, Unair, ITB dan IPB banyak kelemahan. Pemerintah sedang mencari sistem ujian yang dapat dipertanggungjawabkan. Sistem ujian negara terpusat di SLA dipertimbangkan.

UJIAN SKALU kacau? Memang, cara ujian bersama yang dilaksanakan
Universitas-Universitas Indonesia. Gajahmada, Airlangga, ITB dan
IPB yang semuanya tergabung dalam Sekertariat Kerjasama Antar
Lima Universitas (SKALU) -- belum tentu tidak berhasil. Karena
namanya eksperimen, ujian yang baru pertama kali ini tentu masih
memiliki beberapa kelemahan. Setidaknya meskipun pihak SKALU
sendiri menganggap ujian bersama itu lebih banyak baiknya dari
buruknya, tak urung banyak orangtua dan calon mahasiswa yang
merasa dirugikan (TEMPO 1 Januari).
Seorang ibu, yang khawatir anaknya tidak kebagian bangku kuliah
di universitas negeri, menuduh pelaksanaan ujian yang terasa
bertele-tele itu dimaksud untuk mencari keuntungan. Ibu tadi
menyebut uang pendaftaran ujian dan lain sebagainya yang tidak
sedikit. Padahal peserta yang memperoleh sertifikat "boleh
mendaftarkan di perguruan tinggi SKALU" pun tak otomatis
diterima di salah satu universitas tersebut. Lebih-lebih setelah
pengumuman hasil ujian pertengahan Januari yang lalu. Kelompok
yang memperoleh sertifikat jumlahnya lebih banyak dari mereka
yang ditolak. Dari peserta yang mengikuti ujian SKALU di ITB
misalnya, 5059 diantaranya dinyatakan berhak mendaftarkan diri,
dan hanya 1153 saja yang terpaksa ditolak.
Melihat gambaran itu, bisa dipastikan ujian di keempat
universitas yang lain pun akan menghasilkan peserta yang berhak
mendaftar dalam jumlah yang jauh lebih besar. Peserta ujian
SKALU seluruhnya mencapai 36 ribu lebih. Sedang tempat yang
tersedia bagi mahasiswa baru di kelima universitas itu hanya 6,5
ribu orang. Sehingga hak boleh mendaftar yang diperoleh peserta
yang beruntung itu belum dianggap berita yang menggembirakan.
Seorang di antara mereka bahkan menggerutu. "Saya lebih baik
diputuskan ditolak saja dari pada diberi hak boleh mendaftar
tapi belum tentu diterima. Ini membuat perasaan dan pikiran
seperti dipermainkan", katanya lesu.
Standar Mutu
Tapi belum sempurnanya ujian SKALU tahun ini tidak menutup
kemungkinan dikembangkannya sistim ujian bersama itu untuk semua
pergurua tinggi. Kabarnya memang, ujian masuk yang
diselenggarakan bersama oleh lima universitas tersebut ada
hubungannya dengan rencana pemerintah yang sedang berusaha
mencari sistim ujian yang bisa dipertanggungjawabkan. Terutama
terhadap siswa sekolah lanjutan atas, yang para lulusannya
memiliki mutu yang tidak seragam. Karena itu selain dimaksud
untuk membakukan mutu calon-calon mahasiswa, SKALU nampaknya
secara tidak langsung ingin memperlihatkan bahwa ujian sekolah
dengan EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) pada SLA-SLA selama
ini belum bisa dianggap baik.
Lantas apakah ujian terpusat (ujian negara) di sekolan-sekolah
bakal dihidupkan lagi? Ujian terpusat memang pernah dilaksanakan
di sekolah-sekolah di negeri ini sampai 1970. Tapi setahun
setelah itu dihapuskan, dan masin-masing sekolah mengadakan
ujian sendiri-sendiri. Hasil kebijaksanaan itu ternyata
dirasakan tidak lebih baik dari sistim ujian sebelumnya.
Terbukti dari ujian SKALU tadi, yang tujuannya untuk mencari
standar mutu.
Pokoknya Terus
Seperti yang dijelaskan Prof. Dr. Setijadi, Ketua Badan
Penelitian, Perencanaan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) P & K,
ujian terpusat yang pernah dilaksanakan itu tak pernah mencapai
tujuannya. "Baik sebagai pengontrol kwalitas maupun seleksi,
sistim ujian terpusat seperti yang dulu itu tidak berfungsi",
tambah Setijadi. "Karena itu kemudian kita hapuskan dan diganti
ujian sekolah yang berfungsi sebagai ujian negara". Tidak
berfungsinya ujian terpusat dulu, menurut ketua BP3K, karena
banyak faktor. Misalnya panitia ujian yang berubah setiap tahun,
di samping tidak ada patokan materi ujian. Sehingga tidak aneh
pada tahun-tahun berlakunya ujian negara tersebut, antara tahun
ini dan tahun berikutnya materi ujian tidak sama. "Kita bahkan
mengenal ada tahun yang ujiannya sukar dan ada tahun yang
ujiannya mudah", ucap Setijadi.
Maka Pemerintah nampaknya kini sedang mempertimbangkan apakah
ujian negara terpusat akan dilaksanakan kembali. Menurut sebuah
sumber di P&K, ujian serupa itu akan diselenggarakan untuk para
lulusan SLTA yang akan melanjutkan ke bangku perguruan tinggi.
Jadi seorang lulusan SMA yang tidak berniat melanjutkan
pelajarannya ke universitas, cukup memiliki STTB (Surat Tanda
Tamat Belajar) seperti yang berlaku selama ini. Dalam sertifikat
itu tidak perlu ada nilai. "Sebab idealnya nilai itu tak perlu
ada", ucap sumber tadi. Barangkali atas dasar itu, ujian SKALU
yang masih kacau itu secara tidak langsung sedang dijadikan
percobaan untuk maksud mengembalikan ujian terpusat tadi. "Tapi
ini baru usul" tambah sumber itu. Dan kalau ujian berpusat
dilaksanakan lagi, mungkin lebih baik. Tapi mungkin juga tidak.
Kita sendiri bingung nih.