Saling-Silang Gratifikasi Kaesang Pangarep
Bukti gratifikasi jet pribadi Kaesang Pangarep makin kuat. KPK bisa mengusutnya sampai tuntas.
ENAK betul jadi anak pejabat di negara ini. Berkat kekuasaan dan pengaruh orang tua, mereka bisa menikmati fasilitas mewah dari pengusaha yang ingin mendapatkan perlindungan bisnis dari kekuasaan. Setelah itu tak ada aparatur hukum yang berani mengusutnya. Lihat saja anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, yang bersama istrinya, Erina Gudono, bisa bepergian naik pesawat jet pribadi milik Sea Limited—konglomerat teknologi asal Singapura.
Kalaupun Kaesang dan Erina menyewa jet pribadi tersebut, hal itu tetap tak pantas karena biayanya bisa mencapai Rp 11 miliar bolak-balik Jakarta-Los Angeles, Amerika Serikat. Apalagi pamer fasilitas oleh anak dan menantu presiden itu terjadi ketika masyarakat Indonesia marah atas upaya Dewan Perwakilan Rakyat menjegal putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat usia calon kepala daerah.
Hanya bersidang dua jam, Badan Legislasi DPR setuju membawa naskah Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang baru ke sidang paripurna. Untungnya ada demonstrasi besar sehingga DPR gagal mengesahkan UU Pilkada yang akan melanggengkan dinasti politik Jokowi itu. Jika aturan itu lolos, Kaesang yang belum cukup usia bisa menjadi kandidat kepala daerah. Karena itu, penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan gratifikasi dan perdagangan pengaruh Presiden Jokowi terhadap Sea Limited.
Tampak jelas perusahaan itu punya kedekatan dengan Kaesang dan keluarganya. Pada 2021, lokapasar Shopee—anak usaha Sea Limited—mengucurkan modal besar di Solo, Jawa Tengah. Mereka membuka Kampus Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Shopee Ekspor, yang disusul pendirian kantor baru Shopee. Semuanya berlangsung tak lama setelah Gibran Rakabuming Raka, kakak Kaesang, menjadi Wali Kota Solo.
Pertautan Sea Limited dengan Kaesang lebih kentara di Garena, anak usaha Sea Limited di bidang pengembangan game daring. Garena menjadi sponsor klub sepak bola Persis Solo. Sejak 2021, Kaesang memegang 40 persen saham klub sepak bola berjulukan Laskar Sambernyawa itu.
Dengan fakta-fakta seperti itu, sebenarnya pekerjaan KPK sudah sangat ringan dalam mengusut dugaan gratifikasi perusahaan terhadap keluarga Jokowi. Alasan bahwa Kaesang bukan penyelenggara negara mengada-ada karena Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan jelas mengatur gratifikasi merupakan sejenis suap terselubung. Fasilitas untuk Kaesang jelas berhubungan dengan statusnya sebagai anak presiden.
Apalagi ada seorang warga negara Singapura yang mengadukan dugaan gratifikasi jet pribadi itu kepada Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura (CPIB). KPK bisa meminta bantuan CPIB yang berwenang menyelidiki dugaan praktik korupsi warga negara lembaga itu. Para pengurus Sea Limited merupakan warga Singapura. Penyelidikan CPIB terhadap pemberi gratifikasi bisa mendasari langkah KPK mengusut penerimanya di Indonesia.
Harapan ini memang terdengar mustahil terwujud karena KPK kini tak lagi independen, sudah berada di bawah presiden. Para komisioner tentu tak akan berani mengusut anak bos mereka. Namun bulan depan Jokowi bukan lagi presiden. KPK sebaiknya tak perlu takut mengusut korupsi anggota keluarganya yang terang benderang ini. Selain dapat mengembalikan kepercayaan publik dan mengungkap kamuflase keluarga Jokowi yang dicitrakan sederhana, yang lebih penting adalah KPK memberi pesan bahwa persekutuan penguasa-pebisnis membuat korupsi makin meruyak.