maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Surat Imajiner Komeng untuk Grace Natalie dkk

Surat imajiner: seandainya Komeng menulis surat untuk Grace Natalie dan PSI. Ironi partai penyusu kekuasaan. 

arsip tempo : 171475448324.

Surat Komeng untuk Grace Natalie dkk. tempo : 171475448324.

Seandainya komedian Komeng menulis surat untuk Grace Natalie dan kawan-kawan Partai Solidaritas Indonesia, isinya barangkali seperti ini:

Mohon maaf atas kelancangan saya menulis surat ini. Saya bukan politikus. Saya komedian. Tanggal 14 Februari 2024 mungkin bakal menjadi hari yang bersejarah bagi saya. Berdasarkan hitungan Komisi Pemilihan Umum, hingga hari ketiga setelah pemilu, saya mendapat hampir 1,5 juta suara—tertinggi untuk daerah pemilihan Jawa Barat. 

Tak lama lagi, insyaallah, saya akan jadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Saya enggak punya program muluk-muluk. Saya cuma ingin 27 September ditetapkan menjadi Hari Komedi Nasional. Dasarnya adalah hari kelahiran pelawak Bing Slamet. Selama ini kan sudah ada Hari Guru, Hari Musik, Hari Puisi—selain Harry Moekti dan Harry Potter.

Satu yang membuat saya bangga, untuk menjadi senator, saya tidak pernah mencari beking. Saya tidak pernah mengemis suara. Saya enggak mendukung Presiden dipilih kembali setelah dua periode berkuasa. Saya tidak mendirikan partai apalagi menjualnya kepada pemodal. Saya tidak merengek kepada Presiden agar anaknya diizinkan menjadi ketua partai saya.

Saya enggak pernah berkampanye, foto saya tidak terpampang di pinggir jalan dan pohon pelindung. Orang-orang kabarnya memilih saya karena di kertas suara tampang saya lucu. Syukur alhamdulillah, saya sudah dikenal sebagai pelawak. Saya pernah meminta kawan-kawan membagikan foto saya kepada calon pemilih. Eh, mereka malah mencetak pasfoto 3 x 4. Foto kecil begitu, mana ada yang perhatiin. Karena itu, saya iri melihat foto calon legislator PSI tersebar sampai pelosok: cakep, rapi, seragam.

Di jalan pantai utara Jawa, spanduk kalian bererot. Di kampung-kampung sampai ke Indonesia timur, partai Sis Grace dijajakan. Saya enggak tahu berapa biaya mencetak spanduk segitu banyak. Saya enggak tahu siapa yang memasang dan siapa yang membiayai. Saya enggak mau ikut-ikutan gibah: ada campur tangan aparat negara membantu logistik PSI.

Ketika didirikan pada 2014, PSI punya cita-cita mulia: menggalang politik yang dilandasi solidaritas untuk kemanusiaan. Dibangun oleh anak muda, partai Sis penuh semangat. Panggilan “sis” dan “bro” kepada sesama pengurus partai mengingatkan saya pada zaman engkong saya dulu: saling memanggil “bung” sebagai tanda kesetaraan.

Tapi, dalam mencari pemimpin, PSI mendadak jadi tua. Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, kalian terima jadi ketua partai tanpa proses merit. Hanya partai Orde Baru yang ketuanya didrop dari atas. Ya, ampun, Sis, jadi ketua karang taruna saja orang harus berbulan-bulan dulu jadi anggota.

Dipimpin Kaesang, yang melanjutkan kepemimpinan Sis Grace di PSI, mendapat banyak keistimewaan. Spanduk bergambar foto Presiden dan Mas Kaesang adalah jaminan dilirik orang lewat. Dengan tingkat kepuasan yang tinggi kepada Jokowi, partai Sis semestinya banyak dipilih. Meski begitu, dalam hitung cepat sejumlah lembaga survei, tingkat keterpilihan PSI baru 2,9 persen. Padahal, untuk masuk Senayan, partai minimal harus mendapat 4 persen suara nasional.

Saya enggak pernah dengar PSI bersuara lantang menentang ambang batas yang tinggi ini. Mungkin partai Sis minder. Bisa juga kelewat pede. Elite PSI menyatakan mampu melampaui ambang batas. Saya doakan berhasil. Saya enggak sabar bertemu dengan Sis dan kawan-kawan di Senayan. Tapi, jika nanti PSI tidak lolos, setidaknya kita bisa ngopi bareng di Patal Senayan. Uhuy!



Catatan koreksi:

Untuk memperjelas dan menghindari salah tafsir, redaksi mengoreksi artikel ini pada Kamis, 22 Februari 2024 pukul 09.35. Perubahan terletak pada judul, deskripsi, dan paragraf pertama. 

Sebelumnya, artikel ini berjudul Surat Komeng untuk Grace Natalie dkk. Diubah menjadi Surat Imajiner Komeng untuk Grace Natalie dkk. 

Kemudian, deskripsinya: Surat imajiner Komeng kepada pengurus Partai Solidaritas Indonesia. Ironi partai penyusu kekuasaan. Diubah menjadi: Surat imajiner: seandainya Komeng menulis surat untuk Grace Natalie dan PSI. Ironi partai penyusu kekuasaan.

Paragraf pertama tadinya diawali: Sis Grace Natalie dan kawan-kawan pengurus Partai Solidaritas Indonesia. Diubah menjadi: Seandainya komedian Komeng menulis surat untuk Grace Natalie dan kawan-kawan Partai Solidaritas Indonesia, isinya barangkali seperti ini:.

Kami meminta maaf kepada Komeng atas tidak kenyamanannya.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Surat Komeng untuk Grace Natalie dkk".

 

 

 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan