maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Pura-pura Debat Calon Presiden

Di Indonesia, debat calon presiden dirancang sebagai pertunjukan palsu. Tak ada pendalaman masalah.

arsip tempo : 171493662242.

Pura-pura Debat Calon Presiden. tempo : 171493662242.

FERDINAND Marcos Junior di Filipina dan Gibran Rakabuming Raka di Indonesia punya banyak kesamaan: sama-sama anak presiden yang menjadi kandidat pemilihan umum dan menghindari debat publik. Dalam pemilihan Presiden Filipina tahun lalu, Ferdinand alias Bongbong Marcos Jr. berulang kali menolak berdebat dengan pesaingnya, bahkan dalam acara resmi yang digelar komisi pemilihan.

Banyak yang menduga Bongbong cemas dicecar pertanyaan soal pemerintahan ayahnya yang korup dan menindas rakyat hingga digulingkan melalui “People Power” pada 1986. Analisis lain menyebutkan ia tidak menganggap debat sebagai hal penting menaikkan elektabilitas. Dalam sejumlah studi pemilihan umum di negara berkembang, debat calon presiden memang tak banyak mempengaruhi keputusan pemilih. Tanpa mengikuti debat, Bongbong memenangi pemilihan presiden. Kampanye media sosialnya yang masif dan penuh kebohongan menyirep pemilih muda. 

Mirip Bongbong, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka paling sering absen dalam debat yang diselenggarakan organisasi, kampus, ataupun stasiun televisi. Ketimbang menjawab isu-isu substantif apalagi negatif, tim pasangan ini menyebarluaskan video Prabowo berjoget untuk memikat calon pemilih. 

Untuk debat oleh Komisi Pemilihan Umum pekan ini, tim Prabowo-Gibran tampaknya juga “cari aman”. Mereka mengusulkan sesi saling sanggah antarkandidat dihilangkan. Bagi Prabowo-Gibran, yang sedang di atas angin berkat sokongan Presiden Joko Widodo, debat ada kemungkinan tak akan menambah ceruk baru pemilih. 

Debat kandidat bisa menguntungkan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. yang mungkin mendapat tambahan suara dari calon pemilih yang beralih (swing voter). Keduanya bisa jadi meraup suara pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voter). Dalam sesi saling sanggah, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud juga punya kesempatan menyoroti kelemahan Prabowo-Gibran.  

Sesungguhnya, jikapun KPU menggelar sesi saling sanggah, debat tak akan pernah menjadi ajang adu gagasan dan kecakapan merumuskan pikiran dan strategi. Sejak awal, debat kandidat presiden disiapkan sebagai pendalaman visi-misi. Disiarkan di televisi dengan sebagian besar pendukung yang bersorak-sorai di lokasi, acara tersebut lebih pantas disebut sebagai pertunjukan ketimbang dialog calon presiden.

Karena itu, harapan para calon presiden dan wakil presiden akan mengadu isi pikiran dan saling bantah tak akan terwujud. Lipat juga keinginan untuk melihat mereka merespons isu tertentu dengan tajam dan menukik. Tanpa perubahan format yang mendasar, debat nanti mungkin akan lebih buruk dari debat Pemilu 2019.

Empat tahun lalu, Joko Widodo dan Prabowo Subianto serta pasangannya tampil seperti robot: membicarakan hal-hal umum dengan jawaban yang telah mereka hafalkan. Mendapat bocoran pertanyaan beberapa hari sebelumnya, jawaban para kandidat presiden menjadi tak autentik. 

Moderator diskusi bahkan tak diizinkan mengelaborasi atau mengomentari pernyataan para calon. Tugas moderator hanya membacakan pertanyaan yang dirumuskan panelis. Para panelis, sementara itu, juga tak diizinkan bertanya langsung kepada para kandidat. Semua larangan itu tercantum dalam Undang-Undang Pemilihan Umum. 

Dengan demikian, publik tak bisa melihat karakter calon presiden dan mengukur kemampuan mereka dalam merumuskan pikiran dan strategi memecahkan masalah-masalah besar. Dalam debat calon Presiden Amerika Serikat, isu-isu strategis, seperti pajak, peningkatan kesejahteraan, dan strategi pertahanan, dibahas secara terbuka. Pemilih bisa menyaksikan karakter calon pemimpin mereka: Donald Trump yang mendominasi dan tak mau mendengar, sementara Joe Biden menjawab patah-patah seperti tak mengerti persoalan.

Dalam pemilu Indonesia, debat dirancang menjadi pertunjukan yang palsu. Pemilih dihina semata sebagai tukang coblos—dengan sejumput otak yang hanya cukup untuk mengingat joget di TikTok dan pipi gembil.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pura-pura Debat Calon Presiden"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan