maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Keadilan untuk Para Eksil Peristiwa 1965

Pemerintah perlu memenuhi permintaan para eksil untuk meminta maaf, meluruskan sejarah, dan melanjutkan proses yudisial.

arsip tempo : 171466376351.

Keadilan bagi Mereka yang Terusir. tempo : 171466376351.

PEMERINTAH tak perlu ragu memenuhi permintaan orang Indonesia yang terusir ke luar negeri akibat huru-hara politik peristiwa 1965. Para eksil itu meminta pemerintah menyatakan maaf, meluruskan sejarah, dan melanjutkan proses yudisial kasus pelanggaran hak asasi ma­nusia berat itu.

Permintaan ini disampaikan para eksil di sejumlah negara Eropa ketika bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hu­kum, dan Keamanan Mahfud Md. serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Amsterdam, Belanda, dan Praha, Republik Cek, Agustus lalu. Mereka umumnya mahasiswa yang tak bisa pulang ke Tanah Air setelah krisis politik 1965 yang berakhir dengan kejatuhan Sukarno dan naiknya Soeharto.

Kedatangan Mahfud dan Yasonna itu bertujuan me­nyampaikan niat pemerintah yang ingin memulihkan ke­warganegaraan mereka sebagai bagian dari penyele­sai­an kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pada 11 Ja­nuari 2023, Presiden Joko Widodo juga sudah menyampaikan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM berat setelah menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu.

Ungkapan maaf pemerintah atas peristiwa buruk di masa lalu bukan praktik baru. Pemerintah Korea Selatan menyampaikan permintaan maaf pada 1988 atas kekerasan militer di masa pemerintahan Chun Doo-hwan saat menghadapi perlawanan rakyat Gwangju pada 18-27 Mei 1980 yang memprotes kudeta militer. Kekerasan itu menyebabkan lebih dari 200 warga sipil tewas.

Pemerintah Korea Selatan melakukan hal serupa atas tindak­an kerasnya terhadap warga Kepulauan Jeju pada 1948-1949. Di sana, warga memprotes pemilihan umum yang hanya diselenggarakan di wilayah Korea Selatan dan tidak di Korea Utara. Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun menyampaikan permohonan maaf pada 2003 atas kekerasan oleh militer yang menewaskan 14-30 ribu orang dan membuat sekitar 40 ribu orang lari ke Jepang.

Indonesia bisa melakukan hal serupa dengan mem­per­timbangkan penderitaan yang dialami para korban pelanggaran HAM berat. Dalam peristiwa 1965, sebanyak 500 ribu sampai sejuta orang tewas. Sebagian lainnya ditangkap tanpa alasan. Tak pernah ada pengadilan untuk membuktikan kesalahan mereka. Keturunan me­re­ka dikucilkan dan mengalami kesulitan hidup ber­tahun-tahun karena stigma terlibat peristiwa 1965.


Baca liputannya:


Memang, banyak yang ragu akan manfaat ucapan maaf ka­lau hanya pemanis bibir. Keraguan itu muncul akibat keti­dakseriusan pemerintah menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Kekuasaan berganti-ganti, tapi tak pernah menyelesaikannya secara tuntas. Untuk menepis keraguan se­perti itu, pemerintah perlu membuktikannya dengan meme­nuhi permintaan para eksil.

Permintaan maaf, pelurusan sejarah, dan dilanjutkannya proses hukum yang selama ini mandek di Kejaksaan Agung akan menjadi demarkasi baru antara politik Indonesia masa kini dan masa lalu. Langkah itu juga menjadi penanda bahwa kekerasan politik serupa tidak boleh terulang.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Keadilan bagi Mereka yang Terusir"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan