maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Risiko Pertamina Membeli Minyak Murah

Pembelian minyak murah dari Iran oleh Pertamina menuai masalah. Perbaikan sistem pengadaan yang tak pernah tuntas.

arsip tempo : 173058370434.

Dilema Minyak Murah Pertamina. tempo : 173058370434.

UPAYA PT Pertamina (Persero) membeli minyak murah dari Iran berpotensi menuai sanksi internasional. Manajemen perseroan mesti berhati-hati mengambil keputusan. Sebab, jika salah langkah, dampaknya bisa merembet ke mana-mana.

Persoalan ini bermula dari tertangkapnya supertanker MT Arman 114 oleh Badan Keamanan Laut di perairan Natuna, Kepulauan Riau, pada Jumat, 7 Juli lalu. Kapal berbendera Iran ini ditangkap lantaran melakukan pemindahan muatan atau transshipment, membuang limbah, serta mematikan alat pelacak kapal atau automatic identification system.

Belakangan diketahui bahwa MT Arman membawa minyak jenis light crude sebanyak 272.569 metrik ton yang nilainya ditaksir Rp 4,6 triliun. Minyak asal Iran ini diduga akan dikirim ke salah satu kilang Pertamina. Jika saja minyak itu tak berasal dari Iran, Pertamina tak bakal terjerat persoalan. Masalahnya, Iran tengah terkena sanksi embargo Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Sanksi ini bisa berlaku bagi siapa saja yang berniaga dengan si pesakitan.

Di sini Pertamina menghadapi dilema. Di satu sisi, harga minyak Iran relatif murah jika dibandingkan dengan dari negara lain. Sebagai perbandingan, harga minyak jenis Iran Heavy dan Iran Light di beberapa platform perdagangan sebesar US$ 75-77 per barel. Sedangkan harga minyak mentah jenis Brent sudah di atas US$ 83 per barel.

Informasi yang diperoleh majalah ini, Pertamina mendapatkan minyak Iran dari trader dengan selisih US$ 15-20 per barel dari Mean of Platts Singapore (MOPS). MOPS adalah nilai yang menjadi patokan penghitungan harga bahan bakar minyak nasional. Selisih harga ini jelas menurunkan biaya pengadaan minyak mentah.

Di sisi lain, Pertamina terancam sanksi dari negara atau investor-investor Barat yang menjadi bondholder atau pemegang obligasi yang diterbitkan perseroan. Risiko lebih besar bisa menimpa Indonesia, jika Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya turut mengenakan sanksi perdagangan atau menahan investasi. Padahal investasi dan ekspor menjadi komponen utama pertumbuhan ekonomi. Tanpa aliran modal dan devisa hasil ekspor ke negara-negara itu, bisa jadi target pertumbuhan ekonomi tak tercapai.

Risiko semacam ini pernah mengemuka, saat Presiden Joko Widodo membuka opsi impor minyak langsung dari Rusia. Padahal Rusia tengah terkena embargo setelah menginvasi Ukraina. Secara bisnis, impor minyak Rusia mungkin saja menguntungkan karena negara itu menawarkan harga rendah. Namun ini bukan pilihan karena, selain berisiko terjerat embargo, Indonesia bisa dituduh mendukung Rusia yang tengah berupaya "menjajah” Ukraina. Hal ini juga yang mesti dipertimbangkan Pertamina, meski konteks persoalan embargo Iran tak sama dengan Rusia.


Baca artikelnya:


Skema pengadaan minyak dengan risiko besar pada akhirnya tak menguntungkan Pertamina ataupun negara. Jika cuma mengharap selisih harga, bisa jadi yang untung hanya para trader, sementara Pertamina dan pemerintah pada akhirnya tertimpa sanksi negara-negara maju. Yang sudah jelas menguntungkan adalah pengadaan minyak secara transparan dan efisien, dengan skema yang meminimalkan campur tangan para pemburu rente.

Pengadaan melalui transaksi dengan sesama perusahaan minyak nasional atau lewat kerja sama perdagangan antarnegara bisa menjadi opsi yang menguntungkan ketimbang membeli minyak murah dari pedagang di pasar gelap dengan risiko besar.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dilema Minyak Murah Pertamina"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024

  • 6 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan