Bunga untuk kau kurt
Tim bekerja sama dengan goethe institut menampilkan musik klasik orkes pro arte pimpinan kurt redee. di teater tertutup tim. muncul pula peter hollfelder dengan solo piano.

SEPARUH permainan, komposisi Bach D minor Chaconne dari The
Partita untuk solo biola BWV 1004, terpaksa distop. Pemegang
biola 1, di sayap kiri orkes, ternyata berhenti menggesek
instrumennya karena ada kecelakaan. Salah satu dawai tiba-tiba
saja putus. Konduktor malam itu, Profesor Kurt Redel, mengangkat
tangannya memutuskan sesuatu yang agaknya baru kali ini terjadi
di Teater Tertutup TIM. "Maaf, tali biolanya putus", ujar Kurt
dengan 'tulus dan senyum. Lantas dengan langkah anggun ia
menyertai pemainnya ke balik panggung mencari dawai pengganti.
Kalender menunjukkan angka 18 Januari. Sekitar 5 menit kemudian,
konduktor pendek (kurang dari 1.60 m) itu telah berdiri kembali
di depan penonton. Masih tetap tersenyum, menyorongkan kata:
"Nah, kita tadi sampai disitu, mari kita lanjutkan permainan
ini". Tangannya pun terangkat kembali. Bach yang terpotong itu
meluncur kembali seakan-akan tak ada apa-apa yang terjadi. Tapi
sebenarnya efeknya besar sekali. Pertunjukan tersebut terasa
menjadi intim dan terus terang, sementara Kurt wajahnya
bertambah simpatik. Memang tidak lucu kalau ia mengulang dari
awal.
Sedikit Ambyar
Orang tidak saja tertarik pada warna keperakan di kepala Kurt,
tapi juga pada usia orkes Pro Arte yang dipimpinnya malam itu.
Didirikan tahun 1953 dengan gebrakan yang meyakinkan di depan
publik Semaines Musicales, Paris, turunlah rekaman pertamanya
Art of The Fugue (Bach) versi Redel, yang langsung memenangkan
Grand Prix de Diques dari Academie Charles Cross.
Debut tersebut kemudian mengawali pengembaraan Pro Arte di
Eropa, dari studio rekaman ke studio yang lain - begitu larisnya
seperti pohon Natal di akhir tahun. Kurt sendiri di samping
memimpin orkesnya masih sempat-sempatnya menurunkan rekaman
bersama The State Opera Orchestra of Vienna, The Mozart Chamber
Orchestra Salzburg - sekedar menyebutkan beberapa nama.
Nah, dengan tongkat pimpinannya Kurt beralih dari Bach ke karya
Arthur Honegger - Prelude, Arioso dan Fugue on the name B-A-C-H.
Nomor yang masih diliputi temperamen Bach ini, juga berhasil
diselesaikannya dengan baik. Dengan komposisi 4 biola satu, 3
biola dua, 3 selo, 2 biola alto, 1 kontra bass, ditambah sebuah
flute yang kadangkala diraih oleh Kurt, penampilan itu kemudian
menghidangkan pula karya komponis Italia, Vivaldi, dilanjutkan
dengan karya Christoph Willibeld von Gluck dan diakhiri dengan
karya Bela Bartok. Sayang sekali hujan malam, itu ikut ambil
bagian, memukul atap dan mengganggu nomor yang bernama Four
Small Pieces itu. Mereka yang biasanya dapat merasakan betapa
akrabnya musik Bartok yang kecil-kecil itu, terpaksa kecewa.
Apalagi kemudian hujan makin menggila. Barangkali berbareng
dengan para penduduk Ibukota yang berusaha menyelamatkan
barang-barangnya dari genangan air yang meluap, Kurt juga
berusaha keras mengatasi suara hujan dalam menyelesaikan Three
Dances From Transsylvania, dengan konsentrasi yang sedikit
ambyar. Kurt tak bisa menyembunyikan kerisauannya. "Ah hujan,
sayang ia amat mengganggu", keluhnya, tapi masih tetap dengan
senyum.
Gamelan
Di samping Kurt Redel, muncul pula Peter Hollfelder, yang tampil
dengan solo pianonya dengan bagus. Ia kelahiran Munich (1930)
dan sudah memijit instrumen itu sejak usia 15 tahun. Dengan
mengangkat karya Bach, konserto untuk piano dan Orkestra dalam D
minor, ia memang tidak menyia-nyiakan potretnya yang ditonjolkan
dalam folder di samping Kurt Redel. Ia juga menjabat guru besar
di Hochschule fur Musik di Wurzburg dan sering tampil sebagai
solois dalam berbagai festival. Meskipun peranan Kurt tak bisa
diabaikan, orang pasti dapat merasakan betapa kenanya ia
menampilkan bagian Adagio dan Allegro dari karya itu. Ia yang
menyatakan hanya sempat berlatih 2 jam sebelum tampil di
panggung TIM, memujikan suasana yang membantunya yang mencuat
dari arah penonton. "Semuanya itu merangsang saya bermain dengan
baik, hanya itu yang bisa saya perbuat untuk publik", ujarnya
kepada TEMPO. Pujian itu mendapat dukungan dari Peter. "Jauh
dari bayangan saya sebelum mengunjungi negeri ini. Mereka sangat
baik. Terus terang saya betul-betul kaget dengan enthusiasme
publik Indonesia", ujamya seusai pertunjukam Ia tak sempat
menambahkan bahwa separuh dari mereka yang mengisi kursi
pertunjukan malam itu, bukan pribumi. Meskipun memang banyak
orang sudi membeli karcis berdiri, di samping banyak pula yang
undur ke rumah lantaran tidak kebagian tiket.
Malam penampilan yang didalangi TIM dan Goethe Institut itu,
dihargai oleh para musisi yang hadir - terutama karena
sumbangannya sebagai pembanding kehidupan musik serius pribumi
yang kini lagi dapat angin baik. Ada yang memujikan Pro Arte
sebagai orkes yang mempunyai reportoar yang kaya. Kurt sendiri
setelah menerima bunga dan banyak salam basa-basi dari penggemar
menyatakan amat tertarik oleh musik Bali. Mungkin ini sebabnya
ia begitu santai mengatasi insiden dawai pada permulaan
pertunjukan. Sebab seperti kita ketahui pertunjukan musik Bali
pada dasarnya sangat akrab. "Apakan anda suka gamelan juga? Saya
tertarik dengan gamelan", kata Kurt.