maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

PDIP

Peristiwa 27 Juli Pintu Awal Reformasi

PDI Perjuangan mengenang kejadian perebutan kantor partai pada 28 tahun lalu sebagai gerakan reformasi.

arsip tempo : 173075359941.

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah), Ketua DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning (kanan), dan Kepala Badan Sejarah Indonesia PDI Perjuangan Bonnie Triyana (kiri) mengepalkan tangan saat diskusi Kudatuli, Kami Tidak Lupa di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Sabtu 20 Juli 2024. ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom.. tempo : 173075359941.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto, ingat betul peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 28 tahun silam. Pada 27 Juli 1996, Kantor Pusat PDI Perjuangan di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, diserbu massa yang berujung kerusahan. Saat itu kubu Suryadi yang didukung pemerintah mengklaim sebagai ketua umum partai yang sah dan mengerahkan massa untuk merebut kantor partai. Kejadian itu dikenang sebagai kudatuli atau kerusahan dua puluh tujuh Juli pada masa rezim orde baru di bawah Presiden Suharto. 

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri teguh memperjuangan partai secara konstitusional. “Beliau tetap menempuh jalur yang sangat konsisten agar suara-suara rakyat yang saat itu terbungkam, tidak berani berbicara dapat berani berbicara,” kata Hasto dalam acara diskusi bertajuk "Kudatuli, Kami Tidak Lupa" di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Sabtu, 20 Juli 2024.

Hasto menceritakan penyerangan kantor partai terjadi karena Megawati teguh dan berani dalam mempertahankan ajaran Bung Karno, yakni Sukarnoisme yang memerdekakan demokrasi. Dia mengatakan penyerangan itu bukan hanya sekedar penyerangan terhadap Kantor PDI Perjuangan, tetapi menjadi serangan terhadap peradaban demokrasi.

“Penyerbuan kantor PDI Perjuangan saat itu dasarnya bukanlah sekedar serangan terhadap bangunan fisik. Tapi serangan terhadap peradaban demokrasi, serangan terhadap sistem hukum, dan serangan terhadap kemanusiaan,” tutur Hasto. 

Bukan melawan dengan mengerahkan massa, tapi Megawati dengan bijak melawan secara konstitusional melalui jalur hukum. Mantan Presiden kelima itu tidak ingin perlawanan kepada rezim orde baru yang dapat menimbulkan korban jiwa. 

Megawati, kata Hasto, adalah ketua umum partai yang taat hukum, sehingga tidak ada celah bagi penguasa untuk membubarkan PDI Perjuangan. “Ini menunjukkan bahwa konsistensi Ibu Mega telah teruji di dalam sejarah, bukan hanya sekarang, tapi juga ke depan,” ujarnya. 

Dia menjelaskan keputusan menempuh jalur hukum atas berbagai serangan kepada partai Perjuangan adalah salah satu cara membangun supremasi hukum yang mengedepankan nurani dan keadilan. Hal itulah yang selalu dipegang teguh PDI Perjuangan.

Pasca 28 tahun penyerangan Kantor PDI Perjuangan, lanjut Hasto, fungsi hukum di Indonesia justru mulai bergeser. Hukum seperti menjadi alat kekuasaan. “Maka pilar konstitusi, pilar ideologi, pilar hukum ini sangatlah penting karena itulah esensi dari pergerakan reformasi,” ucapnya. 

Hasto mengatakan yang diperjuangkan Megawati pada dasarnya adalah menempatkan pentingnya politik kesetaraan. “Politik emansipasi harus dimulai dengan penolakan terhadap pandangan politik dogmatis," kata dia. 

Hasto menjelaskan, dogmatisme politik seringkali mengabaikan dinamika perubahan sosial yang penting dan cenderung mempertahankan status quo yang pada akhirnya melanggengkan ketidakadilan. Akibatnya praktik demokrasi hanya dikendalikan oleh elit yang mempertahankan status quo. “Tentunya dengan mengorbankan supremasi hokum dan menciptakan banyak masalah," tuturnya. 

Menurut Hasto, peristiwa kudatuli menjadi ujung tonggak reformasi dengan membangun semangat perjuangan melawan kekuasaan otoriter yang dibangun selama 32 tahun. Karena itu, harus menjadi acuan untuk tetap melanjutkan pejuangan demi kedaulatan rakyat.

“Hakikat perjuangan merupakan nafas kehidupan partai yang tidak pernah padam karena mengakar pada ide gagasan cita-cita dan perjuangan Bung Karno, Proklamator Bangsa Indonesia,” kata Hasto. 

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kesehatan, Ribka Tjiptaning, mengatakan reformasi menjadi jalan agar semua anak bangsa bisa memiliki kesempatan yang sama dalam mencapai cita-cita. “Jika tidak ada reformasi, tidak ada anak buruh bisa jadi gubernur, jika tidak ada reformasi tidak ada anak petani bisa jadi bupati atau wali kota. Dan jika tidak ada reformasi tidak ada anak tukang kayu jadi presiden,” ujarnya. 

Tjiptaning menuturkan, sebelum reformasi yang bisa menjadi pengurus RT, RW, lurah, camat dan bupati hanya dari partai tertentu. Peristiwa 27 Juli 1996 menjadi pintu awal lahirnya reformasi dan mendorong partisipasi rakyat dalam demokrasi. "Sehingga semua anak rakyat mimpinya bisa tercapai,” kata dia.

Menurut Tjiptaning, Megawati adalah sosok pemimpin yang memiliki kekuatan dan semangat bersatu dengan rakyat yang tidak dapat dikalahkan. Kepemimpinan Megawati dapat menumbangkan diktator otoriter yang selama 32 tahun berkuasa. “Dan ini harus ditumbuhkan kembali,” ucapnya.

Dia mengajak seluruh masyarakat selalu mengingat perjuangan menegakkan demokrasi yang dicapai dengan reformasi. Tjiptaning mengatakan proses menuju reformasi tidak berdiri secara mandiri. Ada banyak rentetan peristiwa sebelumnya yang berasal dari kekuatan rakyat melawan rezim otoriter. 

Sebelum pecah peristiwa 27 Juli, kata Tjiptaning, terjadi peristiwa Gambir dimana massa PDI Perjuangan betrok dengan aparat keamanan. “Saya ingat betul, saya diselamatkan Pak Pangat Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Barat walaupun dimasukin taksi, taksinya juga dihancurkan digebukin macam-macam itulah dulu rezim Soeharto,” ujarnya. 

Rentetan peristiwa 27 Juli pada 28 tahun lalu bagian rentetan perjuangan reformasi. Tjiptaning mendorong Presiden Joko Widodo memasukan peristiwa kudatuli ke dalam pelanggaran hak asasi manusia berat karena memiliki berdampak luas. 

Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) HAM, jumlah korban akibat peristiwa 27 Juli, terdiri dari lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang. Kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp100 miliar.

Komnas HAM menilai ada enam bentuk pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa tersebut, yakni pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat, pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut dan pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji. Selain itu pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan tidak manusiawi, pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia dan pelanggaran asas perlindungan atas harta benda. 

Mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), Wilson Obrigados, mengatakan, saat ini negara sedang dihadapkan pada permasalahan yang sama. Bukan hanya persoalan antara PDI Perjuangan dengan pemerintahan, tapi tentang kekuasaan yang sudah mulai keluar dari. “Negara sekarang sudah bukan lagi rule of law. Tapi sudah negara kekuasaan,” ujarnya.

PDI Perjuangan, kata dia, sejak lama menjadi partai yang konsisten untuk mengawal konstitusi meskipun mendapatkan banyak intervensi. “Dan saya mengambil istilah satu oposisi konstitusional yakni oposisi dalam perdamaian terhadap pemerintahan yang ada sebagai penyeimbang,” ucap Wilson.

Menurut dia, jika PDI Perjuangan mengambil sikap oposisi konstitusional, akan membangkitkan kelompok lain di luar sistem untuk kembali bersuara menegakan demokrasi. 

Pendapat Wilson diamini Hasto yang menyebut orde baru sedang dibangun oleh pemerintahan saat ini. "Yang tadi dikatakan Bung Wilson ini sepertinya ada Neo Orde Baru Jilid II. Itu tadi kesimpulan dari Bung Wilson," kata Hasto.

 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 3 November 2024

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan