maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Pemkot Cimahi

Cimahi Menangani Sampah dari Hulu

DLH Kota Cimahi menjalankan tiga langkah penanganan sampah yang melibatkan partisipasi warga di 312 RW hingga siswa sekolah

arsip tempo : 171991203178.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Chanifah Listyarini. tempo : 171991203178.

Pemerintah Kota Cimahi belajar dari kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, 2023 silam. Saat bencana itu berlangsung, sampah di pemukiman menumpuk dan tidak bisa diangkut petugas. Kota dengan jumlah populasi 570 ribu orang itu mendadak bau dan kumuh.

Mencegah peristiwa berulang, Dinas Lingkungan Hidup atau DLH Kota Cimahi akhirnya membuat peta jalan penangan sampah. Pasalnya, setiap hari TPA Sarimukti harus menampung sekitar 226 ribu ton sampah dari seantero kota.

Dalam peta jalan itu, DLH Kota Cimahi memilih penanganan di sektor hulu melalui tiga langkah. Pertama disebut Grak Ompimpah, singkatan dari Gerakan Orang Cimahi Pilah Sampah. Metodenya sebagai berikut: DLH Kota Cimahi memilih empat orang di setiap rukun warga (RW) sebagai petugas penyuluhan, mengedukasi warga untuk memilah sampah organik dan anorganik dari rumah tangga.

Setiap petugas itu mendapat upah Rp 250 ribu per bulan. “Ada 312 RW di Kota Cimahi. Jadi setiap bulan kami harus menganggarkan 312 juta rupiah,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi, Chanifah Listyarini, dalam Diskusi Nasional Peduli Sampah di Gedung Tempo, Kamis, 27 Juni 2024. 

Gerakan ini juga dibantu penguatan hukum atau law reinforcement. “Kami melakukan beberapa kali penindakan tipiring (tindakan pidana ringan), dan ternyata bisa memidanakan kurang lebih 465 pelanggar,” ujar Chanifah.

DLH Kota Cimahi, Chanifah melanjutkan, juga melombakan para petugas di Grak Ompimpah. Para juara dijadikan narasumber agar dapat memotivasi lebih banyak warga.

Langkah selanjutnya, sampah organik dan anorganik yang telah dipilah melalui Grak Ompimpah itu masuk tahap kedua di peta jalan penanganan sampah. “Yaitu pengelolaan di bank sampah,” ucap Chanifah.

Setiap kader bank sampah mendapat upah Rp 300 ribu, namun didorong nantinya memperoleh pendapatan sendiri dengan cara memproduksi kompos atau peternakan maggot. “Kami akan melatih mereka untuk melakukan circular economy. Nantinya kader-kader itu kalau bisa dibiayai dari uang mereka sendiri,” Chanifah menjabarkan.

Selain Grak Ompimpah dan bank sampah, langkah ketiga di sektor hulu disebut Ceu Omah (Cimahi Edukasi Olah Sampah). Melalui program ini, DLH Kota Cimahi memasifkan edukasi penanganan sampah kepada siswa PAUD. “Kami lakukan maraton penyuluhan ke sekolah-sekolah dengan alat peraga,” kata Chanifah.

Menurut dia, edukasi pada siswa PAUD sangat penting. Anak harus diajarkan sejak usia dini agar terbiasa menangani sampah dengan benar. Bahkan, anak-anak tersebut nantinya dapat menjadi agen perubahan.

Chanifah menyebut, tiga langkah di sektor hulu ini langsung terasa manfaatnya. Sampah yang dikirim ke TPA Sarimukti terus berkurang. Dari awalnya 226 ribu ton menjadi 170 ribu ton, “Dan sekarang sudah turun menjadi 130 (ribu ton),” ucapnya.

Dengan perkembangan signifikan itu, Penjabat (Pj) Wali Kota Cimahi Dicky Saromy, bahkan berani memasang target. “Harus zero waste di 2025,” kata Chanifah mengisahkan misi besar itu.

Rencana tersebut tentunya harus didukung penangan sampah di sektor hilir. “Kalau kita berbicara di hilir dengan teknologi apapun ada, tinggal uangnya ada nggak, kemudian memintanya bisa atau tidak?” ujarnya.

Sebab itu, ia berharap pemerintah pusat memberi bantuan pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) Plan. “Kalau kami hitung, biaya untuk mengolah (sampah) di RDF sekitar Rp 300 ribu-400 ribu per ton. Sedangkan kalau mau pakai insinerator bisa mencapai 1 juta rupiah per ton,” kata Chanifah. 

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 30 Juni 2024

  • 23 Juni 2024

  • 16 Juni 2024

  • 9 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan