maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

OJK

12 Tahun Ojk: Menjaga Stabilitas Dan Kepercayaan Masyarakat

Perekonomian Indonesia tumbuh kuat di tengah gejolak ekonomi global. 

arsip tempo : 171515222564.

Perekonomian Indonesia tumbuh kuat di tengah gejolak ekonomi global. Sektor keuangan berperan penting dalam menjaga kestabilan perekonomian domestik.. tempo : 171515222564.

KETIDAKPASTIAN perekonomian global yang dipicu oleh faktor iklim dan konflik geopolitik tidak banyak berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi domestik  tetap tangguh di tengah ketidakpastian tersebut. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pertumbuhan ekonomi triwulan III 2023 tetap kuat di angka 4,94 persen secara tahunan. 

Meskipun sedikit melambat dari pertumbuhan pada triwulan II 2023 yang sebesar 5,17 persen secara tahunan; geliat ekonomi Indonesia ke depan akan didukung oleh permintaan domestik, baik konsumsi swasta dan pemerintah, maupun investasi. Dengan perkembangan itu, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2023 bakal terjaga di rentang 4,5-5,3 persen.

Stabilnya perkembangan ekonomi Tanah Air banyak dipengaruhi oleh kinerja positif sektor keuangan nasional, mulai dari perbankan, pasar modal, asuransi, hingga perusahaan pembiayaan atau multifinance. “Secara keseluruhan, sektor jasa keuangan menunjukkan pembalikan yang positif dari kondisi saat pandemi Covid-19,” ujar  Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 


Kondisi ekonomi Indonesia, dia memaparkan, tidak seperti di  banyak negara lain yang hanya kuat di masa awal pasca pandemi, tapi kemudian melemah dengan kombinasi antara pertumbuhan yang turun dan inflasi yang tinggi. Sebaliknya Indonesia, ujar Mahendra, mampu menjaga stabilitas pertumbuhan, dalam arti mempertahankan pembalikan perekonomian. 

“Salah satu penjaga pertumbuhan yang kuat ini adalah penyaluran kredit dari perbankan. Stabilitas perbankan tampak dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibandingkan masa pra-pandemi,” kata Wakil Menteri Keuangan periode 2011-2013 tersebut. 

Menurut Mahendra,  penyaluran kredit perbankan diperkirakan tumbuh sekitar 9 persen di sepanjang tahun 2023. Proyeksi itu diperoleh berdasarkan realisasi pertumbuhan penyaluran kredit hingga saat ini dibandingkan tahun lalu dan Rencana Bisnis Bank (RBB) yang juga mematok target pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 9 persen lebih.

Walaupun penyaluran pembiayaan tumbuh kuat,  dia memastikan permodalan perbankan selalu terjaga dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) rata-rata per Oktober 2023 sebesar 27,66 persen; jauh melampaui aturan CAR minimum sebesar 8 persen. “CAR perbankan kita salah satu yang tertinggi di dunia,” Mahendra mengungkapkan. 


Keberhasilan Merestrukturisasi Kredit Bermasalah

Kemampuan perbankan menangani proses restrukturisasi kredit yang terdampak pandemi Covid-19 juga sangat baik. OJK bahkan melihat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang dilakukan perbankan bisa menanggulangi kredit yang mungkin masih belum pulih selama periode 2023-2024 mendatang.  
  
Ketua OJK menyebutkan, program perpanjangan restrukturisasi kredit perbankan untuk beberapa industri tertentu yang berlangsung dari 1 April 2023 akan berakhir pada 31 Maret 2024. Dia optimistis tidak diperlukan lagi perpanjangan masa restrukturisasi kredit lantaran jumlah kredit yang masih perlu direstrukturisasi sudah turun drastis dari puncaknya sekitar Rp 850 triliun, menjadi sekitar Rp 300 – 320 triliun dan akan terus berkurang sampai akhir Maret tahun depan. Sisa kredit yang direstruktur itu nantinya akan dapat ditutup oleh CKPN yang sudah dibentuk masing-masing bank khusus untuk itu. 
 
Keyakinan OJK diperkuat dengan pemulihan di hampir sektor bisnis, termasuk sektor  pariwisata dan MICE (meetings, incentives, conferences, and exhibitions) yang terkena dampak paling parah di masa pandemi. “Dengan diberikan waktu ekstra (restrukturisasi), maka pemulihannya sekarang lebih cepat. MICE juga tumbuh. CKPN yang dibangun untuk menanggulangi ini sudah hampir mencapai 30 persen.”

Derasnya aliran modal bagi dunia usaha pasca pandemi tercermin pula pada semaraknya penggalangan dana di pasar modal. Sampai 27 Oktober 2023, sebanyak 68 emiten baru sudah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan penghimpunan dana sekitar Rp 200 triliun, yang sudah melampaui target di tahun ini. 

Pemulihan ekonomi nasional berimbas pada industri asuransi. Perolehan premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh positif sekitar 8 persen dibandingkan tahun lalu. Angka kecukupan modal atau risk based capital (RBC) perusahaan asuransi juga sangat tinggi. RBC asuransi jiwa tercatat sebesar 451 persen dan asuransi umum 308 persen; di atas RBC minimal sebesar 120 persen.  

Jumlah kelolaan dana  dana pensiun ikut tumbuh kencang. Per September 2023 nilai aset pengelola dana pensiun naik 6,8 persen secara tahunan.  Lalu, perusahaan penjaminan  membukukan nilai jasa penjaminan sebesar Rp 5,8 triliun. Sedangkan penyaluran pembiayaan dari perusahaan multi finance meningkat di kisaran 15 persen.

Alhasil, Mahendra menyimpulkan, secara keseluruhan pemulihan sektor jasa keuangan   terjaga dengan baik. Trennya positif dan sejalan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi makro Indonesia. Bahkan, kata dia, di saat proyeksi perekonomian negara lain diturunkan oleh berbagai lembaga pemeringkat dan riset, proyeksi perekonomian Indonesia justru naik.  

“Industri yang menopang ekonomi antara lain sektor jasa keuangan. Walaupun kita berhadapan dengan ekspor yang turun, tapi secara menyeluruh di industri lainnya tumbuh baik,” Mahendra mengimbuhkan.

Percaya Diri Memasuki 2024

Mengenai proyeksi sektor keuangan di tahun 2024, Mahendra menyatakan, tidak ada alasan  untuk tidak tetap optimistis.  Dia mengakui  kondisi ekonomi global, terutama di Eropa, tetap akan berat. Begitu pula dengan China yang dipaksa melakukan diversifikasi mesin pertumbuhan ekonominya dari semula  berbasis ekspor dan infrastruktur menuju ke sektor jasa dan manufaktur berteknologi tinggi.  

Akan halnya Amerika Serikat diperkirakan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat dengan tingkat suku bunga yang tinggi demi mencapai laju inflasi yang terkendali.   Tapi di lain pihak, ucapnya, tingkat defisit APBN Amerika Serikat yang begitu tinggi sekitar 10 persen dari produk domestik bruto (PDB), membutuhkan pembiayaan dari obligasi yang besar.

Kondisi itu akan mempengaruhi tingkat suku bunga dari obligasi negara-negara atau sovereign bonds, dan pada gilirannya keseluruhan tingkat suku bunga dasar. Jadi,  pertumbuhan ekonomi AS yang didorong oleh konsumsi masih tetap kuat.

Musababnya adalah daya beli konsumen AS pada saat tingkat suku bunga tinggi disokong oleh pelonggaran kebijakan moneter negara itu atau quantitative easing selama masa pandemi. 

“Ekonomi negara-negara maju stagflasi atau tidak, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid,” kata Mahendra.

Dorong Inklusi dan Literasi Keuangan 
 
Pertumbuhan ekonomi nasional yang baik dengan kinerja sektor jasa keuangan yang stabil haruslah dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakatnya. Masalahnya, Mahendra mengakui,  tingkat inklusi atau akses masyarakat terhadap sektor jasa keuangan masih terbatas.  “Masih banyak yang bisa ditingkatkan. Baik dari segi pemanfaatan sektor jasa keuangan  oleh masyarakat, maupun keragaman produk jasa keuangan kita,” tuturnya.  

Ia berpendapat, inklusifitas keuangan adalah kunci bagi Indonesia untuk bisa terus menjaga pertumbuhan sektor jasa keuangan, dan pada gilirannya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional. “Terutama yang kami dorong adalah inklusi  perbankan, termasuk melalui produk-produk digitalnya. Kemudian secara paralel pasar modal dan asuransi, yang ini masih perlu usaha lagi karena jauh lebih kecil inklusifitasnya.”

Berbarengan dengan peningkatan inklusi keuangan, faktor lain yang lebih penting lagi ditingkatkan adalah literasi keuangan  penduduk Indonesia. Berdasarkan survei OJK, literasi keuangan masyarakat baru mendekati 50 persen. “Kalau inklusi sudah tinggi. Jadi tantangannya juga adalah literasi yang mencakup pendalaman dan pemanfaatan dari produk-produk keuangan yang ada.”

 

Meraih Kembali Kepercayaan Publik  

Mahendra mengingatkan, aspek paling penting di sektor jasa keuangan tak lain adalah kepercayaan. Kepercayaan ini harus diraih dengan meningkatkan integritas dan tata kelola atau governansi (good governance) di sektor jasa keuangan secara menyeluruh. Terlebih lagi bagi industri yang dalam beberapa tahun terakhir menghadapi kondisi yang sulit, seperti industri asuransi jiwa. 

Industri berikutnya yang kerap menjadi sorotan publik adalah jasa pembiayaan yang berbasis daring (peer to peer lending) alias pinjaman online (pinjol). “Itu adalah beberapa sektor yang selama ini menjadi sorotan dan berhadapan dengan kepercayaan publik.  Langkah-langkah yang kami lakukan adalah menegakkan peraturan dan hukum di sektor itu, sehingga  bisa memberikan jaminan kepada publik.” 

Mahendra memastikan bahwa OJK selalu bersungguh-sungguh untuk memperbaiki kondisi sektor keuangan yang bermasalah, sekalipun hal itu berujung kepada pengenaan sanksi berat kepada perusahaan yang melanggar.   Pararel dengan langkah penegakan hukum, OJK juga berkomitmen menjaga aspek kehati-hatian dan kecukupan modal masing-masing pelaku usaha.

  
Melindungi Bumi, Menjaga Ekonomi  

OJK tidak ketinggalan dalam mengakomodasi tren keuangan global berupa perhatian terhadap aspek ESG (environment, social and governance). Peran OJK dalam hal ini salah satunya adalah merancang taksonomi berkelanjutan. Menurut Mahendra, OJK terus melakukan konsultasi publik dan memfinalkan dokumen Taksonomi Berkelanjutan Indonesia  supaya dapat dirilis dalam waktu dekat.   

Berbeda dengan  taksonomi hijau, taksonomi berkelanjutan mencakup aspek pengurangan emisi karbon, sekaligus mengawal pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan sosial. “Kalau mau betul-betul bicara ESG, sebenarnya lebih tepat itu taksonomi berkelanjutan. Kalau taksonomi hijau baru mencakup salah-satu aspek dari environment.”

 
Dia menimpali, di tahap awal, taksonomi berkelanjutan Indonesia akan berfokus pada transisi energi dan keberlanjutan industri yang berhubungan dengan mineral kritis (critical minerals).

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 5 Mei 2024

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan