BANYAK cara orang memajukan koperasi. KUD Sulahan dari Kecamatan
Susut, Bali, yang terpilih sebagai KUD terbaik tingkat nasional
1981 maju pesat karena mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang
terdesak kebutuhan adat-istiadat setempat. "Anggota kami merasa
tertolong sekali karena kami bisa memenuhi kebutuhan yang amat
mendesak, seperti pembakaran mayat. Dua tiga hari mayat harus
dibakar. Dengan bantuan koperasi mereka bisa dengan mudah
melaksanakan hajat itu," ucap Ketut Sutantra, 31 tahun, manajer
koperasi yang mendapat hadiah Toyota Kijang dari Presiden dalam
sebuah upacara di Balai Sidang Senayan, tanggal 19 Agustus.
Organisasi adat setempat, subak, membuat koperasi itu dengan
cepat membengkak keanggotaannya. Ketika berdiri tahun 1973
anggotanya hanya 200 orang. Kemudian melambung menjadi 2.700
orang, berkat mereka yang terlibat dalam subak itu secara
berkelompok masuk menjadi anggota.
Pada tahun 1979 KUD Sulahan ini sudah berhasil keluar sebagai
KUD terbaik tingkat nasional. Dan tahun 1980 sebagai juara II.
Tahun ini dalam rangka memperingati Hari Koperasi ke-34 tanggal
12 Juli (karena puasa puncak keramaiannya ditunda sampai 19
Agustus) dia dipilih lagi karena kemajuan yang dicapainya.
Menteri Muda Urusan Koperasi Bustanil Arifin tanggal 7 Agustus
sengaja datang ke Desa Sulahan untuk secara resmi membisikkan
kabar gembira kepada pengurus koperasi itu.
Bersaing Harga
Dari memenuhi kebutuhan meminjamkan uang untuk pembakaran mayat
di bawah pimpinan Ketut Sutantra tamatan IKIP Singaraja itu, KUD
Sulahan maju ke usaha perekonomian yang lebih berarti. Paling
tidak ada 11 jenis usaha yang diurusnya. Mulai dari pengadaan
pangan, prosesing gabah, kredit candakkulak, jasa angkutan dan
terakhir malahan jadi kontraktor.
Belum lama ini memenangkan tender sebesar Rp 200 juta meliputi
pembangunan delapan SD Inpres dan dua buah kantor. Pembangunan
kantor Koperasi Kabupaten Bangli dengan anggaran Rp 18 juta
dipercayakan kepada Sulahan. "Mutu bangunannya lebih baik
daripada pemborong yang lain," kata seorang staf di kantor Pemda
Bangli.
Dimulai dengan modal Rp 200.000 omset seluruh cabang usaha
koperasi itu sampai Juni 1981 mencapai Rp 5 milyar. Terjadi
keuntungan sebesar Rp 58 juta yang memungkinkan koperasi itu
memberikan imbalan yang cukup untuk 58 orang stafnya. Honor
terendah Rp 25.000. Yan tertinggi diperoleh Ketut Sutantra
sebesar Rp 200.000/bulan."Berarti sama dengan gaji saya sebagai
Ka Bulog," kelakar Bustanil Arifin.
KUD Sulahan memang mujur. Sebagaimana diakui manajetnya,
koperasi ini bergerak tanpa saingan. "Pusat pertokoan jauh
sehingga modal nonpri tak masuk ke wilayah kami," kata Sutantra.
Lain halnya dengan Koperasi Serba Usaha Suka Maju dari
Weetebula, Sumba Barat yang terpilih sebagai koperasi terbaik
tingkat nasional untuk jenis koperasi serba usaha. "Kami tidak
takut persaingan. Tapi pengusaha Cina yang memonopoli usaha
pelayaran sering membelakangkan pengangkutan muatan kami dari
Surabaya. Akibatnya kami terpaksa membeli dari pedagang-pedagang
Cina setempat. Ini membuat harga kami, yang biasanya jauh di
bawah harga mereka, menjadi berbalik, lebih mahal," keluh Eduard
Tanna, 30 tahun, manajer Suka Maju.
Di bidang perdagangan pakaian Suka Maju kabarnya sangat
menonjol. Harganya jauh di bawah toko-toko yang jadi saingan.
"Kami bersaing dari segi harga. Kalau mereka mengambil
keuntungan kotor 100%, kami cukup 25%," kata Ketua Koperasi Suka
Maju, Matheus Geli, 50 tahun, pensiunan Letnan Brimob.
Harga itu katanya sebenarnya masih bisa ditekan kalau saja staf
koperasi itu bisa berangkat sendiri ke Surabaya. "Tapi ini
membutuhkan uang Rp 10 juu, kalau kurang berarti rugi dimakan
ongkos," kata Eduard Itulah makanya pembelian barang dilakukan
seorang makelar di Surabaya. Makelar itu mendapat keuntungan 2%
dari total harga pembelian baran.
Berdiri tahun 1974 dengan kegiatan utama simpan-pinjam di
kalangan karyawan misi gereja (koperasi ini tak ada hubungan
dengan gereja), sekarang dia memiliki 17 buah toko yang tersebar
di enam kecamatan di Sumba Barat. Volume usahanya, terutama dari
perdagangan, meliputi Rp 120 juta, tahun 1981 dengan keuntungan
sebesar Rp 8,5 juta sampai Juni.
Terakhir koperasi ini mendapat pesanan untuk membangun sumur bor
untuk fasilitas pelabuhan di Waikelo, sebesar Rp 19 juta. Tapi
kelihatannya Eduard dan Matheus ingin sekali untuk bergerak juga
dalam pengangkutan laut. Mereka penasaran karena ongkos angkut
membuat harga tinggi di daerah NTT.
"Kami memang sedang mencoba mencari kredit untuk alat angkutan
laut. Tapi belum ada jalan Dari BRI setempat kelihatannya
sulit, karena dana yang bisa mereka sediakan cuma Rp 5 juta. Itu
pun perlu waktu sampai setengah tahun," kata dua juragan
koperasi dari Sumba Barat itu di lobi Hotel Kartika Plaza,
Jakarta.
Sekalipun di daerah masih tertinggal berbagai persoalan
koperasi, mereka kelihatan senang sekali berada di Jakarta untuk
menerima hadiah langsung dari tangan Presiden. Di hotel
mentereng itu menginap pula juragan koperasi lain yang
memenangkan hadiah tertinggi buat koperasi. Antara lain Koperasi
Direktorium Geologi Bandung, Koperasi Peternakan Bandung
Selatan, Koperasi Simpan Pinjam Pekalongan, Koperasi Pelayaran
Rakyat (Surabaya) dan Koperasi Produksi Tahu Tempe Jakarta
Selatan.
Berbagai koperasi yang bergerak di kalangan pegawai negeri, guru
dan buruh tambang juga mendapat hadiah penghargaan dari
pemerintah. Ini nampaknya sebagai usaha untuk mendorong maju
gerakan ekonomi itu ke tingkat yang lebih baik. Dengan harapan
jangkauannya pun lebih luas. Dan ini nampaknya sedang diusahakan
oleh Koperasi Pemuda Indonesia dengan merencanakan pembangunan
sebuah hotel yang cukup besar di Ujungpandang (lihat box).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini