Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAWAR-menawar itu berakhir pada Rabu dua pekan lalu. Malam itu, CEO AirAsia Berhad Tony Fernandes, Presiden Direktur PT Fersindo Nusaperkasa Dharmadi, dan Presiden Direktur Batavia Air Yudiawan Tansari akhirnya berjabat tangan setelah hampir lima jam bernegosiasi di salah satu ruang pertemuan Hotel Ritz-Carlton, Sudirman Centre Business District, Jakarta.
Kurang dari 24 jam kemudian, Âketiganya kembali duduk semeja. Kali ini, di depan para juru warta, mereka mengumumkan AirAsia Berhad, maskapai penerbangan asal Malaysia, telah mengakuisisi Batavia Air.
Sebanyak 49 persen saham dibeli AirÂAsia Investment Ltd, anak usaha AirAsia Berhad. Adapun sisanya oleh PT Fersindo Nusaperkasa, mitra AirAsia Berhad dalam kepemilikan Indonesia AirAsia. "Ini sempurna," kata Tony, yang sepanjang acara terus mengumbar senyum.
Transaksi senilai US$ 80 juta atau sekitar Rp 720 miliar itu bermula dari pertemuan Yudiawan dengan Tony di Singapura, awal April lalu. Tony menyampaikan niatnya membeli Batavia Air untuk memperkuat armada menghadapi ketatnya persaingan.
Yudiawan kepincut oleh tawaran itu. Pendiri Batavia Air ini juga merasakan persaingan antarmaskapai semakin berat. Agar bisa selamat, maskapai dituntut efisien. Peremajaan armada mutlak dilakukan. "Itu butuh dana dan energi sangat besar, sedangkan umur saya tahun ini 63 tahun," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Tony, kata Yudiawan, telah berjanji mendatangkan hingga 100 pesawat baru secara bertahap dalam beberapa tahun mendatang. "Bagi saya, Batavia telah menemukan jodohnya yang bagus."
Sejak saat itu, tim dari kedua korporasi bertemu intensif. AirAsia Berhad menunjuk CIMB Securities untuk melakukan uji tuntas terhadap Batavia Air.
Sumber Tempo mengatakan, selain memiliki outlet dan jaringan agen penjual yang luas, Batavia dipilih karena mengoperasikan armada Airbus—sama dengan AirAsia—dan memiliki rute domestik yang cukup banyak.
Sebagai maskapai berbiaya murah, selama ini Indonesia AirAsia menghindari persaingan langsung dengan maskapai domestik lainnya, terutama Lion Air. Itulah sebabnya, AirAsia mengurangi rute domestik dan berfokus ke rute internasional. "Kini sepertinya Batavia yang akan digunakan untuk menyaingi Lion di medium cost Âcarrier," ujar si sumber.
Meski brilian, gebrakan AirAsia memancing kecurigaan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyesalkan tak adanya pemberitahuan mengenai rencana akuisisi.
Ketua KPPU Tadjuddin Noer Said mengatakan, Komisi tak akan bisa membatalkan transaksi tersebut. "Tapi dari laporan itu kami bisa memberitahukan kepada mereka, ada atau tidaknya pelanggaran Undang-Undang Antimonopoli akibat akuisisi tersebut," katanya.
Sumber Tempo di KPPU mengatakan Komisi khawatir akuisisi tersebut bisa menciptakan persaingan usaha tak sehat. Apalagi, kata dia, "Meski sulit dibuktikan, sejak dulu gosipnya AirAsia juga yang berada di belakang Fersindo."
Pada 2004, AirAsia Berhad masuk ke bisnis penerbangan di Indonesia dengan menggandeng Fersindo Nusaperkasa. Ketika itu mereka mengakuisisi Awair alias Air Wagon International, yang kini menjadi Indonesia AirAsia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut angkat bicara. Dia menekankan transaksi ini harus mengikuti Undang-Undang Penerbangan. "Pemilikan saham harus lebih besar untuk pengusaha domestik," ujarnya.
Dharmadi, Presiden Direktur Fersindo, menampik kekhawatiran pemilikan mayoritas saham oleh asing. Fersindo murni perusahaan dalam negeri dengan pemegang saham lokal. Dia juga meyakinkan akuisisi ini tak melanggar Undang-Undang Antimonopoli.
Pelanggaran terjadi hanya bila akuisisi menyebabkan penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 persen. "Kami masih sangat jauh di bawah angka tersebut," katanya kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Adapun Yudiawan tak mau ikut pusing. Baginya, yang terpenting masa depan Batavia. Dengan ratusan miliar rupiah hasil transaksi, "Saya menikmati hidup dulu," katanya. Toh, sesuai dengan perjanjian, Yudiawan dilarang berbisnis maskapai dalam lima tahun mendatang.
Agoeng Wijaya, Maria Yuniar
Pangsa Pasar
Sumber: Kementerian Perhubungan, 2011
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo