Jarak
Pandemi telah membuat saya—dan bukan hanya saya—waswas akan ruang dan peka akan jarak. Aturan “jaga-jarak” yang berlaku berbulan-bulan membuat kita terbiasa bernegosiasi dengan ruang.
SAYA ragu. Masuk? Tak masuk? Kafe itu seluas 4 m x 7 m, dengan 9 meja dan 25 kursi. Tamu tak terlalu padat, tapi cukup ramai. Sebagian melepas masker.
Tiga menit saya berdiri di ambang pintu yang menampung virus. Masuk? Tak masuk? Saya datang untuk “Ki Hujan”, kopi dari hutan Sarongge, yang selalu ada di sana. Saya malas kembali ke rumah. Apalagi senja gerimis.
Keputusan: saya melangkah mencari tempat duduk. Memesan “Ki Hujan&
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini