maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Selingan

Willem Onde: ?Diplomasi Tidak Bisa Berjalan Selama Kami Terus Berperang?

Setengah meter rambut gimbal?terpilin dalam beberapa kucir?serta jambang lebat adalah ciri khasnya selama bertahun-tahun. Tapi popularitas Willem Onde di Papua tentu bukan karena urusan rambut dan jambang. Willem Onde adalah Panglima Kodam III Organisasi Papua Merdeka (OPM) Wilayah Merauke. Berpangkat ?kolonel?, ia mengaku memimpin 6.000 anggota pasukan yang dipecah dalam 15 batalion. Dari markas besarnya di hutan Asiki?sekitar 8 jam bermobil dari Merauke?ia mengatur seluruh jaringan komando pasukannya. Perjuangan OPM ibarat lakon yang melekat bersama tahun-tahun pertumbuhan Willem Onde, 40 tahun. Bergabung dengan gerakan itu mulai usia 12, Willem belajar taktik perang ala pegunungan sejak akil balig?menyerbu mendadak ke sasaran lalu bertahan di ketinggian. Sejak 1976, tatkala TNI kian keras menggempur OPM, Willem pindah dari Merauke ke hutan Asiki. Di sana, ia belajar hidup apa adanya bersama para anggota pasukan OPM. ?Kami sering makan jagung tanpa sayur dan garam,? ujarnya. Demi menghindari TNI pula, ia memanjangkan rambut. ?Untuk membeli sisir saya harus ke kota. Itu artinya perang dengan TNI. Masa, kami harus perang karena mau beli sisir,? ujarnya kepada TEMPO. Toh, hidup di hutan sejak 1976 tidak membuat Willem ketinggalan berita; ia punya pemancar radio dan telepon seluler. Dan komunikasi dengan dunia luar membuatnya paham betapa zaman telah berubah. Ia menerima tawaran gencatan senjata dari pihak militer Indonesia dengan risiko dicap antek TNI. Akhir November lalu, wartawan TEMPO Wenseslaus Manggut mewawancarai Willem Onde melalui telepon seluler Jayapura-Merauke. Berikut ini petikannya.

Berita Lainnya

Ekonomi dan Bisnis

Berita Lainnya

Video

Majalah Edisi Lainnya

  • Edisi 24 Maret 2024

  • Edisi 17 Maret 2024

  • Edisi 10 Maret 2024

  • Edisi 3 Maret 2024

  • Edisi 25 Februari 2024

  • Edisi 18 Februari 2024

Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan