Tak Berhenti Menyengat: Suara Kartun Asia Tenggara Kini

Perkara kartun kerap melentikkan kontroversi di berbagai negara. Kritik yang dikemas jenaka pun kadang membuat orang tersentil. Kita tentu ingat geger kartun Nabi Muhammad dalam mingguan Charlie Hebdo yang membuat kantor media Prancis itu ditembaki. Belasan orang meninggal, termasuk kartunis media itu. Jauh sebelum itu, pada 2005, media Denmark Jyllands-Posten menerbitkan kartun yang sama. Kondisi di Asia Tenggara tak jauh berbeda. Tiga tahun lalu, kantor Tempo di Palmerah, Jakarta, disambangi ratusan orang dari Front Pembela Islam yang memprotes kartun di majalah ini.

Demokrasi yang tumbuh di ASEAN tak dibarengi dengan kebebasan para kartunisnya. Sebagian seniman gambar diringkus polisi, sedangkan yang lain berkarya dalam kecemasan akan persekusi. Menandai kondisi ini, kartunis politik Malaysia, Zunar, dan organisasi nirlaba Hujah Ehsan menggelar pameran daring The ASEAN Human Rights Cartoon Exhibition pada 3-30 Mei 2021. Bertema “Hak Asasi di Negeri Sendiri”, pameran itu menampilkan 100 kartun kritis karya 37 kartunis dari 5 negara: Malaysia, Indonesia, Thailand, Filipina, dan Myanmar.

Isma Savitri

Sabtu, 15 Mei 2021

LATAR yang membara. Warna merah bak api bersambung dengan jingga yang menyala. Mulut dibungkam, demokrasi rontok ke udara. Bedil serupa penjara. Menopang topi militer bertulisan “junta” yang berhias tengkorak manusia. Topi itu menindas berjubel manusia, yang berimpitan dengan monster hijau, mirip visual coronavirus. Ini adalah kartun karya Tommy, 41 tahun, yang dikenal dengan nama pena Thomdean. Karya Thomdean&

...

Berita Lainnya