Mereka yang Menjadi Korban Perang Hamas-Israel

Perang Hamas-Israel kian brutal. Warga sipil menjadi korban paling tak berdaya.

Tempo

Minggu, 15 Oktober 2023

SKALA kekerasan dalam perang Hamas-Israel makin meningkat dan membahayakan penduduk sipil, terutama yang bermukim di Jalur Gaza. Indonesia perlu lebih lantang menyerukan perdamaian serta menggalang bantuan kemanusiaan.

Jumlah kematian di kedua belah pihak terus bertambah. Dalam seminggu terakhir, otoritas kesehatan Palestina dan Israel mencatat lebih dari 1.500 orang tewas, paling banyak warga sipil. Ribuan orang lainnya terluka dan tidak mendapat perawatan memadai karena rumah sakit kekurangan fasilitas, obat, serta tenaga medis.

Sejauh ini, baik milisi Hamas maupun tentara Israel seperti tidak lagi peduli atas jatuhnya banyak korban dari kalangan sipil yang terjepit di antara Operasi Badai Al-Aqsa dan Operasi Pedang Besi itu. Masyarakat sipil seolah-olah menjadi target dan sasaran utama kedua belah pihak.

Israel terus menggempur Jalur Gaza tanpa memilah basis pertahanan Hamas dan fasilitas serta permukiman sipil. Bukan hanya itu, Israel bahkan menghentikan pasokan air, listrik, dan makanan ke wilayah Gaza yang dihuni 2 juta lebih warga Palestina. Sebaliknya, pasukan paramiliter Hamas mengancam membunuh sekitar 150 orang Israel yang mereka sandera. Kedua pihak sama ekstremnya.

Serangan Hamas ke wilayah Israel yang menewaskan banyak warga sipil jelas tak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun. Begitu pula serangan balik Israel yang memakan banyak korban sipil di wilayah Gaza. Bila tidak segera dihentikan, aksi balas dendam Israel akan mendatangkan bencana kemanusiaan yang teramat besar.

Perjuangan panjang bangsa Palestina meraih kemerdekaannya tentu harus kita dukung. Israel sama sekali tak punya hak untuk menindas dan merampas kemerdekaan bangsa Palestina. Namun dukungan kepada Palestina ataupun kecaman terhadap Israel tidak sepatutnya dibingkai dalam konflik antar agama. 

Anggapan yang menyamakan perang Hamas-Israel sebagai perang Islam dan Yahudi jelas salah kaprah. Akar masalah konflik puluhan tahun antara Palestina dan Israel adalah pendudukan dan aneksasi tanah. Pada 1947, mayoritas tanah Palestina masih dihuni warga Palestina. Tahap demi tahap, Israel melakukan ekspansi dengan cara yang brutal.

Tiga film dokumenter sutradara Palestina, Mohanad Yaqubi, yang diputar di Festival Film Internasional Madani di Jakarta baru-baru ini memperlihatkan betapa brutalnya serdadu Israel ketika merampas tanah-tanah Palestina. Sejak 2022, di Jalur Gaza, Israel pun membangun tembok beton yang memisahkan permukiman Israel dengan permukiman Palestina. Di Tepi Barat, tembok serupa dibangun sejak 20 tahun lalu. Warga Palestina seolah-olah diblokade di tanahnya sendiri.


Baca liputannya:


Melihat eskalasinya, banyak yang pesimistis perang Hamas-Israel akan cepat berakhir. Sikap Amerika Serikat dan sekutunya yang mendukung penuh Israel hanya akan memantik dukungan negara dan milisi bersenjata lain kepada Hamas dan Palestina. Alih-alih mereda, perang malah bisa meluas dan menular ke negara tetangga seperti Libanon.

Betapapun demikian, Indonesia tetap perlu sekuat tenaga menyerukan penghentian perang dan kekerasan terhadap warga sipil di Gaza. Sembari menyerukan perdamaian, Indonesia harus maju ke barisan terdepan dalam menggalang bantuan kemanusiaan.

Berita Lainnya