Jalan Baru Kartu Kredit Domestik

Kartu kredit domestik bisa mendorong kemandirian sistem pembayaran nasional. Jangan tutup celah kompetisi dengan provider asing.

Tempo

Minggu, 9 April 2023

RENCANA Bank Indonesia menerbitkan kartu kredit domestik patut didukung sebagai bagian dari kemandirian dan efisiensi sistem pembayaran. Namun penggunaannya tak bisa dipaksakan sebagai mekanisme tunggal agar masyarakat memiliki banyak pilihan dan tercipta kompetisi bisnis yang sehat.

Kartu kredit domestik adalah kelanjutan dari Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), sistem pembayaran yang menghubungkan transaksi nontunai dengan instrumen perbankan. GPN yang meluncur pada 2017 memakai infrastruktur dan perusahaan domestik untuk memfasilitasi transaksi kartu debit. Bank Indonesia kini akan memakai cara serupa untuk transaksi kartu kredit. Pada Mei mendatang, mekanisme kartu kredit domestik akan diterapkan untuk semua transaksi pemerintah. Sedangkan kartu kredit domestik bagi publik akan berlaku pada awal 2024.

Di balik itu, memang ada rencana ambisius sekaligus ketakutan di belakang penyusunan sistem dan regulasi kartu kredit domestik. Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan semua sistem pembayaran memakai infrastruktur dan provider lokal sehingga kita tak perlu lagi bergantung pada perusahaan asing seperti Visa dan Mastercard. Jokowi terang-terangan mengaku khawatir ketergantungan pada penyedia sistem pembayaran asing bakal menyulitkan kita di kemudian hari. Seperti yang terjadi pada Rusia saat Visa dan Mastercard memblokir transaksi Negeri Beruang Merah itu.

Memang, sistem pembayaran domestik menjanjikan banyak hal, antara lain penghematan. Pengelolaan transaksi oleh entitas domestik sejatinya bisa lebih murah ketimbang penggunaan sistem dan infrastruktur milik perusahaan asing. Ini yang terjadi ketika Bank Indonesia memberlakukan GPN untuk kartu debit. Biaya GPN kartu debit berkisar 0,15 persen untuk transaksi on-us atau dalam satu jaringan pembayaran dan 1 persen buat transaksi off-us atau lintas jaringan. Bandingkan dengan biaya platform asing yang bisa mencapai 3 persen dari nilai transaksi. 

Seharusnya biaya transaksi kartu kredit domestik tak jauh dari itu. Bagi lembaga pemerintah dan konsumen umum, biaya yang lebih rendah tentu akan lebih menarik. Bank juga bisa mempertahankan bisnis kartu kreditnya di tengah gempuran sistem pembayaran digital yang menawarkan kepraktisan dan penghematan.

Kelebihan lain kartu kredit domestik adalah efisiensi transaksi karena aktivitas switching atau penyambungan sistem elektronik antarbank serta settlement atau penyelesaian transaksi dilakukan oleh perusahaan lokal. Pemerintah juga bisa menekan perusahaan-perusahaan itu agar memakai peladen di dalam negeri sehingga tidak ada pelarian data nasabah ke luar negeri. Hal itu sulit terjadi jika transaksi masih dikelola perusahaan asing. 

Meski begitu, baik pemerintah maupun Bank Indonesia tak bisa memaksakan penggunaan kartu kredit domestik sebagai sistem pembayaran tunggal. Pemaksaan tersebut dapat mengganggu interkoneksi transaksi lintas negara, termasuk dalam jual-beli lewat platform Internet serta bagi orang asing yang berkunjung ke Indonesia. Harus diakui, ihwal interkoneksi, kita masih membutuhkan perusahaan yang memiliki jaringan global. 

Di sisi lain, makin banyak pilihan provider kartu kredit yang tersedia, konsumen akan makin diuntungkan. Dengan terbukanya akses seluas-luasnya, pelaku bisnis sistem pembayaran bisa berkompetisi agar mampu memberikan layanan yang murah.

Berita Lainnya