Waspadai Mafia Peradilan Kasus Sambo
Sidang kasus Ferdy Sambo ternodai oleh video percakapan hakim dengan seorang perempuan. Waspadai permainan mafia peradilan.
Tempo
Minggu, 22 Januari 2023
BEREDARNYA potongan video percakapan Wahyu Iman Santoso, ketua majelis hakim perkara Ferdy Sambo, dengan seorang perempuan telah memantik prasangka publik akan adanya permainan mafia peradilan. Penegak hukum seharusnya bergegas membongkar jaringan gelap yang bisa merusak independensi hakim dan membahayakan hak para pencari keadilan itu.
Video yang viral di media sosial tersebut menampilkan seorang lelaki tengah duduk di sebuah ruangan sambil menelepon seseorang. Setelah itu, terdengar suara perempuan yang memanggilnya dengan sapaan "Mas Wahyu". Mereka membicarakan vonis untuk Ferdy Sambo, jenderal polisi yang menjadi terdakwa pembunuhan ajudannya sendiri. Si lelaki antara lain mengatakan tidak memerlukan pengakuan Sambo untuk menjatuhkan hukuman.
Pejabat Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membenarkan bahwa lelaki dalam video berdurasi 1 menit 42 detik itu adalah hakim Wahyu. Namun, dia mengklaim, video telah dipotong sehingga konteks pembicaraannya tak utuh. Menurut juru bicara itu, Wahyu membahas hal normatif bahwa pelaku pembunuhan berencana diancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau kurungan 20 tahun penjara.
Penjelasan juru bicara pengadilan negeri tersebut tak begitu saja memupus kecurigaan publik. Apa pun alasannya, hakim Wahyu seharusnya tidak membahas perkara yang dia tangani di luar sidang. Apalagi lawan bicara dia secara hukum statusnya tidak jelas. Hal itu rawan mengganggu independensi hakim dalam mengadili perkara dan menjatuhkan vonis terhadap Sambo.
Ketika video tersebut pertama kali beredar, persidangan Ferdy Sambo masih dalam tahap pemeriksaan saksi. Pada Selasa, 17 Januari lalu, sekitar dua pekan setelah beredarnya video tersebut, jaksa menuntut Sambo hukuman penjara seumur hidup. Selama masa sidang, hakim Wahyu seharusnya tidak berkomunikasi dengan pihak yang bertalian dengan perkara. Bahkan, setelah jatuh vonis, kode etik melarang hakim mengomentari putusannya sendiri.
Penegak hukum seharusnya bergegas memeriksa perempuan di samping Wahyu yang belakangan diketahui bernama Dewi Pringgodani alias Dewi Barbie. Hal itu penting untuk mengungkap motif di balik pertemuan dan peredaran video tersebut. Bila tidak, pertanyaan yang mewakili kecurigaan masyarakat akan terus berseliweran. Apakah Dewi bagian dari jaringan "mafia peradilan" ataukah "agen" dalam perang bintang di kepolisian? Apakah penyebaran video adalah upaya menekan hakim agar meringankan hukuman atas Sambo atau sebaliknya? Semuanya masih serba gelap. Yang terang, tuntutan atas Sambo masih di bawah ancaman hukuman maksimal kasus pembunuhan berencana.
Rencana Komisi Yudisial meminta klarifikasi Dewi sudah tepat. Komisi Yudisial juga perlu memeriksa hakim Wahyu untuk memastikan adanya pelanggaran kode etik. Pada saat yang sama, Mahkamah Agung pun seharusnya tak tinggal diam ketika ada hakim yang perilakunya bisa merusak martabat lembaga peradilan. Di luar urusan etik, yang tak kalah penting, kemungkinan adanya permainan mafia peradilan untuk membebaskan Ferdy Sambo dari hukuman tak boleh dinafikan.