Ketidakadilan Penyelenggara Pemungutan Suara

Petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga mengintimidasi pengurus KPU daerah verifikasi faktual partai politik. Merusak legitimasi hasil pemungutan suara 2024.

Tempo

Minggu, 8 Januari 2023

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) telah mencederai proses demokrasi lima tahunan yang seharusnya mereka jaga. Parahnya, keculasan itu dilakukan ketika pemilu baru memasuki tahap awal, yakni verifikasi faktual partai politik. Akibatnya, kredibilitas hasil pemungutan suara 14 Februari 2024 bisa dipertanyakan.

Jauh dari kata adil, KPU meloloskan partai politik yang diduga tidak memenuhi syarat. Para pejabat KPU pusat memerintahkan pengurus komisi pemilihan daerah memanipulasi data. Padahal semestinya mereka bertindak sebagai penyelenggara pemilu yang independen dan lurus. KPU meloloskan Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara, dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia yang semula tak memenuhi syarat menjadi peserta pemilu.

Instruksi KPU pusat untuk meloloskan tiga partai itu juga disertai dengan intimidasi. Belasan komisioner KPU daerah mengaku pernah mendapat ancaman. Di antaranya mutasi ke wilayah terpencil serta diperkarakan ke penegak hukum. Besarnya tekanan membuat komisioner KPUD tak punya kemerdekaan untuk mengambil keputusan yang obyektif dalam pemeriksaan faktual.

Bukan hanya itu. KPU pun awalnya tak meloloskan Partai Ummat yang didirikan bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Amien Rais. Menggugat ke Badan Pengawas Pemilu, Partai Ummat lantas dibolehkan mengikuti verifikasi ulang dan dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu hanya dalam hitungan sepuluh hari sejak pemeriksaan faktual dilaksanakan. Akuntabilitas keputusan KPU tersebut patut dipersoalkan lantaran diambil dengan sangat kilat.

Prosedur verifikasi partai politik memang menyimpan masalah keadilan dalam berkompetisi. Mahkamah Konstitusi pada 2020 memutuskan bahwa partai politik yang telah lolos verifikasi dan berhasil menembus ambang batas parlemen pada Pemilu 2019 hanya perlu menempuh pemeriksaan administratif, tak melalui verifikasi secara faktual. Sementara itu, partai yang gagal lolos ke Dewan Perwakilan Rakyat wajib mengulang semua tahap verifikasi, baik administratif maupun faktual.

Beda prosedur yang ditempuh partai dalam proses verifikasi tersebut bertentangan dengan prinsip perlakuan yang setara untuk mewujudkan pemilu berkeadilan. Pembedaan langkah verifikasi merupakan bentuk diskriminasi, khususnya bagi partai baru dan yang gagal lolos ke DPR. Semua partai semestinya mendapat perlakuan yang setara.

Langkah tercela KPU yang mempermainkan dan memanipulasi hasil setiap tahap pemilu jelas berbahaya. Lebih-lebih diikuti dengan aksi intimidasi dan ancaman terhadap penyelenggara pemilu daerah oleh KPU pusat. Ini bisa merusak legitimasi hasil Pemilu 2024. Tentu, perlu jalan keluar buat membereskan masalah ini.

Badan Pengawas Pemilu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu seharusnya bertindak secara profesional menyelidiki pelanggaran etik dan pidana itu. Komisioner KPU yang terlibat hendaknya diberi sanksi dan, bila terbukti melakukan pelanggaran berat, diberhentikan. Jika pelanggaran dibiarkan berlalu begitu saja, tak mengherankan muncul kecurigaan bahwa kekacauan sengaja dibuat agar ada alasan menunda pemungutan suara.

Berita Lainnya