Perbaiki Etika dan Pendidikan di Indonesia

BPIP menggelar diskusi tentang etika sosial dan pendidikan. 

Iklan

Minggu, 15 September 2024

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar focus group discussion (FGD) dengan tema Etika Sosial dan Pendidikan di Universitas Negeri Malang, pada Senin, 2 September 2024. Kegiatan tersebut dihadiri sejumlah narasumber, antara lain mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD; akademisi dari Universitas Ciputra Surabaya, Johan Hasan; aktivis pendidikan, Ki Darmaningtyas; sutradara Garin Nugroho Riyanto; aktivis hak perempuan dan profesor agama, Siti Musdah Mulia; Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dan sejumlah tokoh lainnya.

Diskusi tersebut membahas tentang Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Sebab itu, Pancasila yang menjadi sumber moral dalam kebijakan maupun panduan moralitas dalam berperilaku sehari-hari, dan telah sah mengikat seluruh warga negara termasuk penyelenggara negara. Pancasila tidak hanya disosialisasikan di ruang pendidikan sejak dini, namun juga di ruang-ruang publik, khususnya pada pidato dan diskusi kenegaraan oleh para penyelenggara negara.

Hanya saja, kenyataannya masyarakat kerap menjadi objek perintah untuk berperilaku pancasilais, tetapi penyelenggara negara tidak. Pada akhirnya, Pancasila hanya menjadi sebuah simbol ritual dan retorika belaka. Fenomena ini terjadi di pelbagai bidang, termasuk sosial dan pendidikan.

Pendidikan yang menjadi akar peradaban bangsa dan tiang kesuksesan negara, telah tereduksi nilai-nilainya, baik oleh kapitalisasi, liberalisasi, dan juga privatisasi. Kaum kapitalis melihat bahwa pendidikan adalah lahan investasi untuk mencari keuntungan. Pemerintah dinilai memfasilitasi proses liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan dengan membuat Undang-undang Badan Hukum Pendidikan -yang meski telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun muncul aturan tentang perubahan perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN BH) dan pendidikan tinggi asing (PTA).

Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, memasukkan pendidikan ke dalam sektor investasi yang terbuka bagi penanaman modal asing. Praktik-praktik ini, menurut para narasumber dalam diskusi tersebut,  menunjukkan maraknya kapitalisasi di bidang pendidikan, sehingga rentan meninggalkan tujuan dan hakikat pendidikan sebagai pencerdas kehidupan. Pendidikan seharusnya tidak hanya sebagai sumber intelektualitas, namun juga sumber moralitas. 

Kapitalisasi pendidikan telah menciptakan beberapa kondisi, di antaranya mahalnya biaya pendidikan, segregasi perbedaan kelas menengah atas dan bawah, sampai membuat masa depan pekerjaan pada kelas bawah menjadi terbatas dan menciptakan kemiskinan baru, serta banyak lagi ketimpangan lainnya. Fenomena ini diperparah dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terjadi di sektor pendidikan. 

Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap 33 persen sekolah melakukan korupsi anggaran. Praktik pemerasan, pemotongan, pemungutan, nepotisme barang jasa sebesar 20,52 persen, penggelembungan biaya penggunaan dana 30 persen, dan aneka modus lainnya. 

Diskusi ini menghasilkan sejumlah usulan. Antara lain, presiden terpilih diharapkan mampu menempatkan pejabat-pejabat publik yang memiliki kompetensi, profesionalitas, berintegritas, dan terhindar dari konflik kepentingan. Melakukan positivisasi norma etika disertai penerapan sanksi mengikat. Judicial review Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi agar guru dan dosen ASN juga dapat ditempatkan di perguruan swasta. Ada pula usulan pembelajaran etika sosial dalam bentuk praktis dan memadukan antara duniawi dan ukhrawi. Serta Pancasila yang harus menjadi basis dan orientasi pendidikan, dikembangkan sebagai etika, paradigma, dan ilmu pendidikan. 

Berita Lainnya