Solusi Pembiayaan UOB Indonesia untuk Ekonomi Hijau

Pendanaan diberikan dengan kemudahan pricing dan reward kepada debitur yang dapat membuktikan performa bagus dalam mengembangkan energi baru terbarukan.

Tempo

Sabtu, 23 Oktober 2021

Peran institusi keuangan dalam isu perubahan iklim menjadi semakin penting. Lembaga pembiayaan atau perbankan dapat menjadi pendorong terciptanya ketertarikan entitas bisnis menjalankan industri mereka dalam kerangka ekonomi hijau melalui pemberian stimulus atau fasilitas kemudahan tertentu.

Sebagai salah satu lembaga pembiayaan, UOB Indonesia turut berperan dalam upaya tersebut dengan menawarkan sejumlah solusi kepada nasabah dalam mengembangkan energi baru terbarukan.

“UOB Indonesia sudah siap menyambut pengembangan energi hijau. Kita sudah ada tiga kerangka kerja yang disediakan untuk nasabah atau para customer,” kata Executive Director, Industry Group Head Resources and Property, UOB Indonesia, Susanto Lukman, dalam Tempo Energy Day 2021 yang mengangkat tema “Pembiayaan Energi Berkelanjutan”, Kamis, 21 Oktober.

Susanto Lukman, Executive Director, Industry Group Head Resources and Property, UOB Indonesia (kanan).

Tiga kerangka kerja yang disebut Three UOB Green Umbrella Frameworks ini, terbagi menjadi tiga sektor. Pertama, Real Estate Sustainable Financing yakni skema pembiayaan yang mencakup antara lain sektor hotel, industrial, perkantoran, dan restoran.

Menurut Susanto, UOB Indonesia akan memberikan insentif kepada nasabah yang dapat mencapai performa bagus dalam kaitannya dengan pengembangan energi baru terbarukan. “Misalnya mereka akan mendapat reward atau pricing yang lebih murah. Contoh, kami akan melihat apakah perusahaan tersebut semakin banyak energi terbarukannya dan itu akan mempengaruhi performa indikator dalam penentuan pricing dan fasilitas lainnya,” kata dia.

Kerangka kerja kedua adalah Smart City Sustainable Financing Framework (SCSFF), merupakan skema pembiayaan untuk pengembangan kota pintar. Dikutip dari laman UOB Indonesia, SCSFF dapat digunakan perusahaan untuk mendapat bantuan permodalan dalam pengembangan sarana dan prasarana penunjang ketersediaan infrastruktur kota pintar.

Framework ketiga adalah Green Financing for Circular Economy. Ini menjadi bentuk dukungan UOB Indonesia kepada nasabah atau perusahaan menjalankan 3R (reduce, reuse, recycle). Contoh paling relevan saat ini misalnya plastic recycling. UOB Indonesia sudah menjalankan framework ini dan membantu para nasabah,” tutur Susanto.

Satu hal menarik, imbuh dia, upaya UOB Indonesia membantu para nasabah bukan hanya untuk entitas atau korporat besar. Namun juga untuk perusahaan kecil, bahkan nasabah secara individu.

“Konsep green energy tidak harus selalu pada skala besar. Perusahaan kecil maupun individual yang melakukan investasi energi hijau seperti solar panel, kami sudah anggap berkontribusi dengan ekonomi hijau. UOB Indonesia melihat itu dan memberikan sejumlah stimulus spesial, misalnya cicilan 0 persen selama 12 bulan,” kata dia.

Langkah ini ditempuh UOB Indonesia lantaran mereka mengamati kecenderungan masyarakat modern sebenarnya kian sadar untuk menjaga lingkungan, tetapi kerap terkendala oleh tingginya investasi pada energi baru terbarukan. “Karena itu, kami coba memudahkan para nasabah sehingga mereka bisa mengakselerasi rencana-rencana mereka menjalankan green energy,” ucap Susanto.

Ia optimistis pembiayaan perbankan terhadap investasi energi terbarukan, di tingkat individu maupun entitas bisnis besar, semakin memberi harapan. Sehingga, lembaga keuangan tidak perlu khawatir ikut berperan dalam pengembangan ekonomi hijau.

Beberapa tahun silam, pengembangan sektor energi terbarukan dalam industri memang dipandang masih memerlukan investasi yang besar. Namun belakangan sektor tersebut sudah semakin masuk akal dari segi keekonomian untuk dikembangkan. “Investasi returns sudah cukup menarik, bisa payback dalam 10 tahun. Kami melihat sudah berjalan dan transisinya sudah berkembang baik sekali,” ujarnya.

Berita Lainnya