maaf email atau password anda salah
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo
Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang
Satu Akun, Untuk Semua Akses
Masukan alamat email Anda, untuk mereset password
Konfirmasi Email
Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.
Ubah No. Telepon
Ubah Kata Sandi
Topik Favorit
Hapus Berita
Apakah Anda yakin akan menghapus berita?
Ubah Data Diri
Jenis Kelamin
Kelompok pendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual gencar melobi petinggi partai politik dan anggota DPR. Mereka memetakan legislator yang bisa membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan rancangan tersebut. Para aktivis itu beralih dari cara keras ke lobi politik. Masih terganjal Partai Keadilan Sejahtera.
Para aktivis perempuan mengembangkan jejaring dan menggalang dukungan untuk mendorong pengesahan rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Sejumlah ulama perempuan membuat terobosan dengan menggelar Konferensi Ulama Perempuan Indonesia pertama pada 2017 untuk menyokong penghapusan kekerasan seksual, mempromosikan kesetaraan gender, dan mencegah pernikahan usia dini. Menggalakkan kampanye daring, para aktivis perempuan berusaha menjaring dukungan organisasi masyarakat berpengaruh, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Masih ada organisasi yang menentangnya.
Inisiatif untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dipantik oleh kajian panjang Komnas Perempuan sejak 2010. Ada tren kenaikan angka kasus signifikan yang dinilai tak lagi memadai ditangani dengan regulasi saat ini. Pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat tak sesuai dengan ekspektasi. Reaksi publik juga di luar perkiraan para penyusun rancangan regulasi baru ini.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual bermasalah di tingkat pemerintah karena menghapus 102 pasal krusial. Para aktivis perempuan bergerilya meyakinkan pemerintah mengembalikan pasal-pasal yang jadi tulang punggung rancangan undang-undang ini.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat laporan tentang kekerasan terhadap perempuan meningkat sejak pandemi Covid-19. Bentuk kekerasan yang dialami bukan hanya fisik, tapi juga psikis, seksual, hingga kekerasan ekonomi. Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, juga menyoroti cara pembacaan data pelaporan kasus kekerasan seksual yang membandingkan jumlah dari tahun ke tahun.
Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.