Renungan Riantiarno dan Kepahitan Brecht
Malam itu, sembari mengisap rokoknya dalam-dalam, Nano, demikian panggilan akrabnya, menatap panggung Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, tempatya berlatih. Di panggung, ada bangunan dari kayu yang menandai set panggung pertunjukan Opera Ikan Asin telah berdiri: kayu-kayu yang membentuk dua rumah kumuh bertingkat dua dan sebuah penjara. Sesekali, Nano memberi instruksi kepada asistennya, Rita Matumona, untuk memperbaiki tata cahaya. Di ata
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini