maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke [email protected].

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Berani Mati Bela Jokowi. Buat Apa?

Kabarnya akan ada apel besar untuk menunjukkan massa besar pendukung Jokowi. Buat apa?

arsip tempo : 172758768985.

Surat Pembaca. tempo : 172758768985.

ENTAH siapa yang salah atas kabar akan adanya apel akbar pasukan berani mati bela Joko Widodo. Amien Rais, mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat jadul, melalui kanal YouTube mengabarkan apel itu akan digelar di sekitar Patung Kuda, Jakarta, pada 22 September 2024 dan dihadiri 20 ribu orang. Namun ucapan Amien tersebut tidak terbukti. Di hari-H yang dimaksud, kawasan Patung Kuda diberitakan berbagai media daring tampak seperti pada hari biasa. Tak ada aksi massa apa pun.

Bisa saja Pak Amien membuat sensasi. Sampai-sampai hal itu menyulut emosi Ketua FPI berpidato di hadapan anggota komunitasnya, menyatakan tidak setuju terhadap apel kabar tersebut. Atau jangan-jangan kabar tentang apel pasukan itu memang benar, tapi dibatalkan panitia penyelenggara karena takut dihalau barisan FPI yang sudah bersiap siaga di Jakarta.

Menanggapi isu tersebut, warganet bersahut-sahutan di media sosial, menertawakan kabar hoaks Amien Rais. Berani mati bela agama atau bela negara masih mending. Bela agama, mati syahid. Bela negara, jadi pahlawan. Berani mati demi membela Jokowi? Demi apa? 

Hardi Yan
Tembilahan, Riau

Bank Pangan

DUNIA pangan menghadapi masalah berupa susut dan sisa pangan, yang diperkirakan 30 persen per tahun. Jumlah ini setara dengan US$ 940 miliar. Ihwal pangan dan gizi, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk jejaring internasional pada 2002 dengan nama Global Alliance for Improved Nutrition atau GAIN. Pada 2014, mereka membuka kantor di Indonesia, lantaran negeri kita termasuk memiliki permasalahan susut dan sisa pangan tinggi—nomor dua terbesar di dunia setelah Arab Saudi.

Susut pangan relatif tidak besar, terjadi di saat produksi dan penyimpanan. Kalau sisa pangan banyak di kala pengolahan, pemasaran, dan konsumsi. Sisa pangan ada yang non-edible atau tak layak dimakan, misalnya bagian buah atau sayur yang memang untuk dibuang sebagai sampah, ataupun sisa di piring konsumen. Sisa pangan yang masih layak dimakan (edible food) contohnya olahan di hotel atau restoran yang tidak terpesan oleh konsumen dan masih layak dikonsumsi.

Ada beberapa solusi untuk menghadapi masalah ini. Yang paling penting adalah mengedukasi masyarakat agar tidak boros pangan. Misalnya mengambil makanan secukupnya saat pesta prasmanan. Ada juga aktivitas atau usaha yang sangat positif, yang menghasilkan produk samping. Misalnya sisa industri perikanan, yakni mengolah serpihan daging ikan untuk abon, tulang dan kulitnya untuk keripik, bahkan sisik ikan untuk kolagen yang berharga mahal.

Ada juga adopsi aktivitas negeri lain, seperti bank pangan. Makanan berlebih dari hotel dan restoran dikumpulkan lalu dibagikan kepada yang membutuhkan. Atau produk olahan atau pengalengan menjelang kedaluwarsa disumbangkan untuk masyarakat.

Dr Soen’an Hadi Poernomo
Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Cukai Rokok

URUSAN rokok tak lepas dari urusan kesehatan dan penerimaan negara. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024, target penerimaan pabean Rp 320,98 triliun dan Rp 246,08 triliun berupa penerimaan cukai. Cukai hasil tembakau ditargetkan Rp 230,41 triliun atau 93,6 persen dari penerimaan cukai. Per Juli 2024, realisasi cukai hasil tembakau sebesar Rp 111,33 triliun (0,09 persen per tahun).

Banyak pihak terlibat dalam mata rantai produksi dan distribusi rokok ilegal, di antaranya pengusahanya, masyarakat yang diberdayakan untuk produksi rokok, perusahaan ekspedisi, dan masih banyak mata rantai lain, yang merupakan lingkaran setan yang sulit diputus dan banyak “penjaganya”.

Salah satu solusi pemerintah yang sudah direalisasi adalah menaikkan cukai rokok, yang tujuannya semula adalah menekan jumlah perokok anak. Namun ini pun belum membawa hasil yang memuaskan. Masih perlu kiat lain agar peredaran rokok ilegal bisa dihentikan.

Masyarakat juga perlu diikutsertakan dan didayagunakan secara maksimal untuk ikut menanggulangi peredaran rokok. 

Kosmantono
Purwokerto, Jawa Tengah

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 29 September 2024

  • 22 September 2024

  • 15 September 2024

  • 8 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan