Mencari Aksara yang Hilang
Senin, 17 November 2014
Sebagai filolog, mengkaji naskah yang berasal dari tiga-empat abad yang lalu menjadi keasyikan tersendiri bagi Siti Maryam. Namun, sebagai orang Bima, ia masih terobsesi pada aksara Mbojo alias abjad asli Bima. Siti Maryam mengetahui adanya aksara Mbojo ketika pada 1987 ia menemukan selembar dokumen yang merupakan hasil dari laporan perjalanan Heinrich Zollinger ke Bima dan Sumbawa pada Mei-Desember 1847 di perpustakaan Museum Nasional di Jakarta. Dokumen tersebut berjudul Bahasa Bima yang Telah Hilang. Aksara Bima juga ditulis dalam buku Sir Thomas Stamford Raffles yang berjudul The History of Java (1878).
Siti Maryam semakin penasaran akan bahasa yang hilang itu setelah melihat relief yang terdapat pada situs Wadu Pa'a di Kampung Sowa, Soromandi, Kabupaten Bima. Ia mengamati relief Wadu Pa'a sebagian beraksara Palawa dan Sanskerta, tapi juga ada aksara lain. "Tahun 1989, saya menyurati Doktor Jacobus Noorduyn, peneliti dan dosen Universitas Leiden, Belanda, menanyakan soal naskah yang dituliskan dengan aksara Bima untuk diterjemahkan," ujar Siti Maryam. Ternyata, setahun kemudian, malah Noorduyn datang mengunjunginya dengan membawa fotokopi dokumen yang aslinya ditulis di atas lontar yang tersimpan di KITLV. Noorduyn yang ahli bahasa dan aksara Bugis itu tidak bisa membaca dokumen tersebut.

Sebagai filolog, mengkaji naskah yang berasal dari tiga-empat abad yang lalu menjadi keasyikan tersendiri bagi Siti Maryam. Namun, sebagai orang Bima, ia masih terobsesi pada aksara Mbojo alias abjad asli Bima. Siti Maryam mengetahui adanya aksara Mbojo ketika pada 1987 ia menemukan selembar dokumen yang merupakan hasil dari laporan perjalanan Heinrich Zollinger ke Bima dan Sumbawa pada Mei-Desember 1847 di perpustakaan Museum Nasional di Jakarta
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini