Otto Soemarwoto
Pemikir & Pendekar Lingkungan
Sejak 1960-an, dia sudah berteriak dalam soal kritisnya kawasan Bogor, Puncak, Cipanas, dan Cianjur. Pepohonan di bukit dan lembah yang berubah menjadi vila mewah akan mendatangkan petaka bagi Jakarta. Pada 1970-an, ia juga telah mewanti-wanti bahaya green gold rush—pembalakan hutan secara besar-besaran. Banjir dan tanah longsor mengintai di musim hujan. Sebaliknya mata air bakal mengering di musim kemarau.
Dia seorang ahli lingkungan hidup yang tak kenal kompromi. Sikap tegas tak jarang membuatnya berbenturan dengan kekuasaan. Namun itu tak menghalanginya berbagi pengetahuan dengan pejabat pemerintah yang membutuhkan. Emil Salim, tatkala ditunjuk menjadi Menteri Lingkungan Hidup, mengakui Otto Soemarwoto adalah salah satu guru tempat ia menimba ilmu.
Kepada Widiarsi Agustina dan Rinny Srihartini, Otto menuturkan ikhtiarnya selama puluhan tahun mendesakkan lingkungan hidup sebagai prinsip dasar pembangunan negeri ini.
Sepotong hari pada awal Desember 2007. Saya diundang mengajar siswa kelas dua SMA di kawasan Bandung. Kegiatan ini menjadi pengisi waktu luang sejak saya pensiun sebagai guru besar emeritus Universitas Padjadjaran pada 1999. Saya senang menjalaninya, semata agar anak-anak Indonesia di masa depan lebih peduli pada lingkungan. Apalagi hari-hari ini seluruh dunia disibukkan dengan petaka akibat perubahan iklim dan kerusakan ekologi.
Siang itu suasa
...
Berlangganan untuk lanjutkan membaca.
Kami mengemas berita, dengan cerita.
Manfaat berlangganan Tempo Digital? Lihat Disini