BAGI pematung Nyoman Nuarta, pandemi Covid-19 rupanya tak terlalu berdampak buruk pada penjualan karya. Meski dunia tengah dilanda krisis ekonomi akibat pagebluk, patung-patung buatannya tetap laku. Ia telah melego 24 patung dalam satu setengah tahun terakhir. “Sekarang malah lebih banyak. Makanya saya juga bingung,” kata Nyoman, 69 tahun, Ahad, 14 Februari lalu.
Nyoman pernah mengalami fenomena serupa. Ia mengungkapkan, karyanya juga laris manis saat terjadi krisis moneter 1998. Ketika itu dia melepas sebanyak 40 patung untuk menghadapi gempuran krisis serta demi kelangsungan proyek Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali yang ia garap sejak 1989. “Saya terpaksa menjual koleksi dan membuat empat museum tekor. Tapi, kalau enggak begitu, GWK sudah tamat.”
Para peminat karyanya berasal dari banyak negara, dari Malaysia, Singapura, Taiwan, Hong Kong, hingga Cina. Untuk menjual karyanya, Nyoman bekerja sama dengan sejumlah dealer di setiap negara. Ia tidak melayani pembeli secara langsung karena ingin menjaga relasi baik dengan dealer. Sebab, calon pembeli tak jarang menghubunginya langsung karena mengincar selisih harga.
Pandemi tak membuat Nyoman lesu berkarya. Ia bisa membuat hingga 12 patung baru dalam satu tahun. Setiap satu patung anyar direproduksi hingga sepuluh kali. Dalam mengerjakan karya seni, ia dibantu 140 pekerja di galerinya di Bandung, Jawa Barat. “Sambil mematung untuk koleksi, saya mematung untuk proyek. Itu cara kami supaya bertahan dan tidak tergantung orang lain,” ucap Nyoman, yang menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap seniman.
Reporter Tempo - profile - https://majalah.tempo.co/profile/tempo?tempo=161477562873
Nyoman Nuarta, Nyoman