maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Dampak Buruk TKDN: Maskapai Penerbangan Limbung

Aturan pembelian komponen pesawat melahirkan persoalan bagi maskapai. Salah kaprah TKDN. 

 

arsip tempo : 171989422563.

Nasionalisme Semu Regulasi Impor. tempo : 171989422563.

KORBAN kekeliruan regulasi impor pemerintah terus berjatuhan. Setelah banyak perusahaan tekstil kolaps akibat kelangkaan bahan baku, kini giliran maskapai penerbangan yang harus membatasi operasi gara-gara tak bisa mengimpor suku cadang pesawat. Ujung-ujungnya, perekonomian negara dan kepentingan publik ikut menjadi korban. 

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan Impor memberlakukan larangan dan pembatasan untuk impor komponen atau suku cadang pesawat. Alasan utama kebijakan ini adalah melindungi industri dalam negeri, sejalan dengan program unggulan Presiden Joko Widodo mengoptimalkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk berbagai produk. Namun, belum setahun berlaku, regulasi ini diubah karena protes pelaku industri. 

Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024, pemerintah membuka kembali impor komponen pesawat. Alih-alih selesai, masalah masih berlanjut karena butuh aturan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis peraturan tersebut. Walhasil, impor komponen tertahan sehingga sebagian maskapai terpaksa mengandangkan pesawatnya.

Lagi-lagi masalah ini muncul karena salah kaprah penerapan TKDN. Program ini, jika diterapkan dengan benar dan tepat sasaran, sebetulnya bisa efektif mengurangi ketergantungan kita terhadap produk impor. Masalahnya, industri lokal belum bisa menyediakan komponen yang penting bagi keberlangsungan sebuah sektor industri. Penerapan TKDN pun jadi menyusahkan banyak orang. 

Maskapai penerbangan bisa kolaps karena beban pengeluaran mereka kini sudah sangat tinggi akibat pelemahan nilai tukar rupiah dan harga avtur yang masih mahal, sementara batas atas tarif penerbangan tak kunjung direvisi. Sebetulnya, jika pelarangan dan pembatasan dicabut, ditambah pajak impor komponen pesawat dikurangi, maskapai penerbangan bisa sedikit bernapas lega. Toh, permintaan kursi pesawat setelah masa pandemi terus meningkat.

Jadi, jangan heran, dalam beberapa waktu ke depan, kita melihat harga tiket melambung. Begitu juga dengan kenaikan harga barang di daerah akibat terbatasnya moda transportasi untuk angkutan masyarakat dan logistik. 

Pemerintah sungguh tak belajar dari kekeliruan mereka sendiri sewaktu melarang PT Kereta Commuter Indonesia mengimpor kereta listrik bekas dari Jepang, awal 2023. Waktu itu anak perusahaan PT KAI tersebut membutuhkan armada “baru” untuk menggantikan sejumlah rangkaian kereta yang sudah uzur. Dengan alasan TKDN, pemerintah menolak menerbitkan izin impor itu dengan alasan memberi kesempatan bagi industri kereta dalam negeri (PT Inka), yang sebetulnya belum mampu memproduksi kereta listrik dalam waktu cepat. 

Hasilnya, kereta komuter di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya tak cukup menampung ledakan jumlah penumpang. Setiap hari, jutaan pelaju harus mengorbankan kenyamanan dan keselamatan gara-gara terbatasnya unit kereta listrik. Semua ini terjadi gara-gara ambisi dan nasionalisme semu para pejabat yang ngotot memberlakukan kebijakan TKDN pada sektor-sektor vital.

Kekeliruan berulang sejumlah regulasi impor makin memperlihatkan para pemerintah tak pernah mengkaji secara matang sebuah kebijakan. Keputusan penting acap hanya berdasarkan "asal presiden senang". Sementara presiden mengutamakan gimik dan nasionalisme lapuk.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Nasionalisme Semu Regulasi Impor"

Konten Eksklusif Lainnya

  • 30 Juni 2024

  • 23 Juni 2024

  • 16 Juni 2024

  • 9 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan