maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Penyebab Maraknya Perdagangan Satwa Liar

Perdagangan ilegal satwa tak pernah putus karena aparat kerap terlibat. Pelaku pun tak kunjung jera karena hukuman yang ringan.

arsip tempo : 172203680038.

Buat Jera Pedagang Ilegal Satwa. tempo : 172203680038.

PERDAGANGAN ilegal satwa di Indonesia terus berputar tanpa tanda-tanda akan berhenti. Meskipun aparat setiap tahun mengungkap puluhan kasus perdagangan satwa liar dan dilindungi, akar persoalan aktivitas haram itu tidak pernah benar-benar disentuh.

Kolaborasi majalah Tempo dengan beberapa media dalam Bela Satwa Project mengungkap penyelundupan satwa endemis Papua seperti burung cenderawasih, biawak Papua, kakatua jambul kuning, dan walabi ke Makassar. Dari Makassar, hewan-hewan langka itu diselundupkan dan diperdagangkan ke sejumlah negara, seperti Vietnam, Malaysia, Cina, dan Filipina.

Pasar gelap menjadi tempat favorit bagi kolektor satwa eksotis seperti cenderawasih, yang dihargai sangat tinggi. Meskipun sudah sering diungkap, penyelundupan cenderawasih masih marak terjadi, seperti yang terungkap pada 19 April 2024 di Pelabuhan Baubau, Sulawesi Selatan.

Bukan hanya di pasar gelap, jual-beli ilegal satwa juga terang-terangan berderap di media sosial seperti Facebook. Di sana berbagai macam hewan langka diperjualbelikan dengan harga dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menaksir kerugian negara akibat perdagangan ilegal satwa mencapai Rp 13 triliun setiap tahun.

Saban tahun, aparat penegak hukum memang berhasil menciduk banyak pelaku perdagangan satwa ilegal. Dalam catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berkas 227 kasus perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal telah dinyatakan lengkap oleh jaksa dalam kurun 2018-2022. Namun perdagangan ilegal satwa masih terus terjadi.

Musababnya, aparat penegak hukum tidak pernah benar-benar membongkar jaringan perdagangan ilegal satwa. Bahkan tidak jarang aparat berkomplot dengan pelaku perdagangan ilegal untuk mengamankan transaksi mereka. Dalam beberapa kasus, anggota Tentara Nasional Indonesia terbukti terlibat penyelundupan satwa langka. Adakah yang dihukum berat? Tidak ada.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE), pelaku perdagangan satwa dan tumbuhan ilegal dapat dihukum maksimal lima tahun penjara atau didenda Rp 100 juta. Kalaupun hukuman maksimal dijatuhkan, itu tetap saja terbilang ringan untuk kejahatan lingkungan yang berdampak panjang. Apalagi kalau hukumannya didiskon besar. Wajar saja bila banyak pelaku merupakan residivis alias penjahat kambuhan. Mereka tidak jera karena hukuman yang ditanggung ringan saja.

Ada usulan merombak Undang-Undang KSDAE dengan menambah hukuman bagi pelaku kejahatan satwa dari 5 tahun menjadi 20 tahun penjara. Hukuman yang lebih berat diharapkan dapat memberi efek jera yang lebih besar. Tapi kita tahu, di negeri ini, ancaman hukuman berat di atas kertas sering kali belum cukup.

Diperlukan kesungguhan penegak hukum dan dukungan masyarakat luas untuk menghentikan perburuan dan perdagangan ilegal satwa. Kita tidak ingin generasi yang akan datang hanya bisa mendengar cerita burung cenderawasih yang eksotis tapi sudah punah. Kita pun tak mau nasib harimau Sumatera berakhir seperti harimau Jawa yang tinggal legenda. Lebih dari itu, satwa liar adalah penyangga ekosistem dan planet ini.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Buat Jera Pedagang Ilegal Satwa"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 Juli 2024

  • 14 Juli 2024

  • 7 Juli 2024

  • 30 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan