maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Seberapa Signifikan Suara Nahdlatul Ulama

Kelompok NU selalu menjadi medan perebutan suara calon presiden. Bisa sekadar fatamorgana.

arsip tempo : 171426364639.

Berebut Dukungan Kaum Nahdliyin. tempo : 171426364639.

NAHDLATUL Ulama atau NU menjadi ceruk besar yang selalu diperebutkan para pemburu kursi presiden. Dengan jumlah kaum nahdliyin yang disebut-sebut mencapai lebih dari 95 juta orang, kelompok ini dianggap bakal menentukan kemenangan seorang kandidat. Meski begitu, sejarah menunjukkan anggapan itu bisa jadi hanya fatamorgana.

Kelompok Nahdlatul Ulama pun menjadi ladang perebutan dukungan bagi tiga tokoh yang akan bersaing pada pemilihan presiden 2024: Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Ketiganya berusaha menggandeng pasangan dari kelompok NU dengan harapan bisa menarik gerbong nahdliyin ke kubu mereka.

Anies bergandengan dengan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang basis pendukungnya NU. Prabowo dan Ganjar kini memperebutkan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur yang pernah 20 tahun memimpin organisasi perempuan NU, Fatayat.

Calon wakil presiden lain dari kalangan NU yang santer disebut adalah Mahfud Md. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang berasal dari Jawa Timur ini adalah representasi Gusdurian—kelompok pendukung mantan presiden Abdurrahman Wahid. Di sisi lain, tokoh yang ingin masuk bursa calon wakil presiden pun mengasosiasikan diri sebagai warga NU. Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, misalnya, yang memimpin panitia peringatan hari lahir NU tahun lalu.

Barangkali calon presiden merasa perlu menggunakan sistem klientelisme, yakni relasi timbal balik dan hierarkis dengan pertukaran sumber daya materiil dan non-materiil antara kandidat dan pemilih. Relasi ini melibatkan mediator atau penyedia dukungan yang mengakar di masyarakat. Jika tokoh-tokoh yang memiliki akses sumber daya pemilih terpegang, diharapkan akan diikuti suara pengikutnya.

Kenyataannya, nahdliyin bukan satu kelompok yang solid. Dukungan mereka acap kali terbagi-bagi pada kandidat yang ada. Tokoh senior NU bahkan tak cukup kuat untuk menarik dukungan mereka. Pada pemilihan 2004, Ketua Umum Pengurus Besar NU Hasyim Muzadi, yang dijadikan calon wakil presiden oleh Megawati Soekarnoputri, tak bisa menghindarkan Ketua Umum PDI Perjuangan itu dari kekalahan. Begitu juga adik Abdurrahman Wahid, Salahuddin Wahid, yang berpasangan dengan Wiranto.


Baca liputannya:


Medan utama perebutan suara tetaplah di Pulau Jawa, tempat lebih dari separuh total jumlah pemilih pemilihan presiden 2024, yakni 204 juta orang. Pemilih di Jawa Timur berjumlah lebih dari 31 juta, terbesar kedua setelah Jawa Barat. Kelompok NU diperkirakan merupakan mayoritas pemilih di timur Jawa. Dari hasil survei oleh sejumlah lembaga, tokoh-tokoh NU yang telah disebutkan itu tidak menempati posisi teratas peta elektabilitas calon wakil presiden, termasuk di provinsi tersebut.

Faktor penentu tetaplah kekuatan personal calon presiden. Maka, idealnya, mereka memilih calon wakil berbasiskan kompetensi—dan bukan latar belakang mereka. Untuk terus memperkuat daya tarik buat pemilih, mereka perlu mengutamakan strategi programatik serta menawarkan visi kepemimpinan ke depan. Dengan begitu, pemilik suara bisa menentukan pilihan secara obyektif, tanpa bias primordial tertentu.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berebut Dukungan Kaum Nahdliyin"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan