maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Celah Pemburu Rente Gas Impor Pertamina

Pertamina terbelit persoalan sulitnya menjual gas yang sudah kadung dibeli. Sewaktu-waktu bisa menjadi masalah hukum.

arsip tempo : 171476888165.

Tulah Buruknya Tata Kelola GasĀ . tempo : 171476888165.

KEKACAUAN tata niaga gas bumi yang sudah lama terjadi terus saja melahirkan persoalan demi persoalan. Tanpa data yang kredibel, impor gas sering mendatangkan masalah seperti yang kini menimpa PT Pertamina (Persero).

Penahanan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi gambaran terbaru bagaimana kekacauan negara mengelola sumber daya yang cadangannya berlimpah tersebut. KPK menahan Karen pada 19 September 2023, berselang setahun dari penetapannya sebagai tersangka dugaan korupsi impor gas alam Corpus Christi pada 2013-2014. KPK menuduhnya bermain mata dengan anak usaha Cheniere Energy, perusahaan gas alam asal Texas, Amerika Serikat, tersebut. 

Tuduhan korupsi terhadap Karen bermula saat Pertamina mendapat lampu hijau mengimpor gas alam setelah terbit data pasokan dan suplai gas yang tidak valid tapi dipercayai pemerintah. Menurut data tersebut, Indonesia bakal defisit gas sepanjang 2009-2040 sehingga pemerintah menugaskan Pertamina mengimpor gas guna memenuhi kebutuhan domestik.

Gas bumi impor itu dipasok ke sejumlah pembangkit listrik berbahan batu bara yang akan diubah menjadi berbahan bakar gas. Selain itu, gas untuk memenuhi kebutuhan kilang minyak Pertamina, seperti Kilang Cilacap dan Kilang Balongan yang akan diremajakan. Dua pasar besar diklaim siap melahap gas impor Pertamina mulai 2019.

Nyatanya, Indonesia tidak pernah kekurangan gas bumi. Pasar domestik hanya sanggup menyerap separuh produksi nasional. Data British Petroleum menyebutkan pada 2021 jumlah konsumsi gas mencapai 37,8 miliar meter kubik, sementara produksinya 59,29 miliar meter kubik. Bahkan, pada 2019, ketika produksi gas nasional turun menjadi 67,58 miliar meter kubik, pasar dalam negeri hanya menyerap 44,04 miliar meter kubik. Itu adalah tahun pertama gas bumi Corpus Christi dikirim ke Pertamina.

Fakta lain: bahkan jika semua pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dikonversi menjadi berbahan bakar gas bumi dan semua kilang Pertamina menggunakan gas, impor gas alam tetap tak dibutuhkan. Pasar domestik hanya sanggup menyerap dua pertiga produksi gas bumi nasional dan sisanya harus diekspor.

Kekacauan ini merupakan dampak langsung buruknya sistem data jumlah produksi dan kebutuhan dalam negeri gas bumi. Sudah menjadi kebiasaan centang-perenangnya data neraca komoditas menjadi celah bagi pemburu rente untuk mendapatkan cuan besar dari pembelian komoditas alam kepada pihak ketiga. 


Baca liputannya:


Maka alasan impor gas alam makin terlihat akal-akalan belaka. Sejumlah pembangkit listrik batu bara batal dikonversi menjadi berbahan bakar gas. Kilang Cilacap dan Balongan pun tak jadi-jadi direnovasi. Dampaknya, Pertamina kelimpungan menjual kembali gas alam impor yang telanjur dibeli. 

Sembari buru-buru merapikan data neraca gas nasional yang selama ini kusut masai, Pertamina perlu memeriksa ulang semua kontrak pembelian gas impor dan menyerahkan temuannya kepada lembaga penegak hukum. Siapa saja yang terbukti melakukan transaksi kongkalikong harus mendapat sanksi.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tulah Buruknya Tata Kelola Gas"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan