maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Saatnya Merevisi UU Peradilan Militer

Tentara pelaku pembunuhan warga sipil harus diadili di peradilan umum. Perlu revisi Undang-Undang Peradilan Militer.

arsip tempo : 171425986213.

Jalan Pidana Tiga Serdadu. tempo : 171425986213.

TIGA tentara tersangka pelaku penculikan dan pembunuhan pemuda asal Bireuen, Aceh, Imam Masykur, harus diadili di pengadilan umum. Meski berstatus anggota Tentara Nasional Indonesia, mereka disangka melakukan kejahatan yang merupakan pidana umum—dan tidak semestinya diajukan ke pengadilan militer

Ketiga tersangka itu adalah anggota Pasukan Pengamanan Presiden, Prajurit Kepala Riswandi Manik; anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat, Prajurit Kepala Hery Sandi; serta anggota Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Prajurit Kepala Jasmowir. Mereka disangka menculik Imam Masykur yang sedang menjaga toko kosmetik di Jalan Sandratex, Tangerang Selatan, Banten, pada Sabtu sore, 12 Agustus lalu.

Ketiga tersangka meminta keluarga Imam Masykur memberi tebusan Rp 50 juta. Jika permintaan itu tidak dipenuhi, Imam bakal dibunuh. Ketiganya juga menyiksa pemuda 25 tahun itu sebelum kemudian membunuhnya. Jasadnya ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat, tiga hari kemudian.

Kejahatan ketiganya menambah panjang daftar tindak kekerasan yang dilakukan anggota TNI kepada warga sipil. Belum hilang dari ingatan publik ketika Kolonel Priyanto dan anak buahnya membuang dua orang yang tertabrak mobil mereka ke sungai. Padahal korban sebenarnya masih hidup dan bisa diselamatkan.

Peristiwa lain adalah penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada pula pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani di Papua. Di wilayah yang sama, empat anggota TNI terlibat kasus mutilasi. Kasus kekerasan berujung hilangnya nyawa warga sipil masih akan terus terjadi jika tidak ada hukuman yang maksimal bagi anggota TNI pelaku kejahatan.

Peradilan militer memungkinkan adanya bias semangat korps. Hukuman bagi pelaku menjadi tidak maksimal sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan. Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memang berjanji tak akan memberikan impunitas kepada para pelaku penculikan dan pembunuhan itu. Meski begitu, peradilan umum yang terbuka dan transparan akan lebih menguatkan kebenaran jaminan itu.


Baca artikel:


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer tidak lagi kontekstual dengan perkembangan zaman. Aturan itu juga disusun pada akhir masa Orde Baru, didesain untuk melindungi anggota militer yang melakukan kejahatan demi melindungi rezim Soeharto. Undang-undang ini harus segera direvisi. Revisi harus menitikberatkan pemberlakuan peradilan militer yang didasarkan pada delik pelanggaran internal kemiliteran. Adapun kejahatan yang merupakan kejahatan umum, termasuk kejahatan perang, harus diadili di pengadilan umum, termasuk pengadilan korupsi dan pengadilan hak asasi manusia.

Pada masanya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Namun tarik-menarik kepentingan terjadi kala itu hingga akhirnya kabar revisi ini tak terdengar lagi suaranya. Kini sudah saatnya Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat mengubah undang-undang tersebut. Apalagi konstitusi pun jelas menyatakan kesetaraan hukum berlaku bagi semua warga negara. 

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Pidana Tiga Serdadu"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan