maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Kehabisan Akal Menurunkan Tingkat Polusi

Pemerintah terkesan kehabisan akal menangani polusi udara Jakarta. Perlu strategi komprehensif.

arsip tempo : 171453333382.

Kehabisan Akal Menurunkan Tingkat Polusi. tempo : 171453333382.

SULIT menghilangkan kesan pemerintah tak serius menurunkan tingkat polusi udara Jakarta yang kian pekat oleh gas beracun. Tak berangkat dari akar masalah, pelbagai upaya pengendalian polusi udara akhir-akhir ini terlihat parsial dan demi kepentingan “proyek” semata.

Sumber polusi Jakarta, seperti temuan riset Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), adalah pemakaian batu bara oleh pembangkit listrik, proses industri, dan gas buang kendaraan bermotor. Jakarta memang dikepung 136 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam radius 100 kilometer. Riset CREA dengan radius yang lebih luas, sekitar 200 kilometer, juga menemukan polutan dari PLTU batu bara telah merasuki udara Jakarta dan kota di sekitarnya, yang dihuni 30 juta jiwa.

Struktur dan komposisi polutan bisa menjelaskan sumber utama pencemaran udara di Ibu Kota. Menurut riset CREA, polutan paling banyak dalam udara Jakarta adalah sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Di urutan berikutnya baru partikulat halus (PM2.5). Unsur SO2 dan NOx adalah po­lutan hasil pembakaran batu bara dan proses industri. Sementara PM2.5 hasil pembakaran energi fosil kendaraan ber­motor.

Dengan komposisi polutan seperti itu, seharusnya solusinya jelas: transisi energi dengan mengganti batu bara menjadi energi terbarukan. Tapi pemerintah hanya mengetatkan uji emisi kendaraan bermotor, menyemprot jalan protokol, meminta industri memasang pe­murni polutan, hingga mengharuskan sebagian pegawai negeri bekerja dari rumah. Semua itu hanya solusi sementara, parsial, dan tak menyentuh akar masalah. Alih-alih membaik, kualitas udara yang dihirup warga Jakarta pun kian memburuk.

Pemerintah tak hanya seperti kehabisan akal mengendalikan pen­cemaran udara. Pemerintah pun tak punya komitmen kuat untuk mengurangi polusi di Jakarta. Buk­tinya, pemerintah pusat terus melawan putusan Peng­adilan Negeri Jakarta yang mengharuskan mereka meng­ambil pelbagai langkah konkret untuk mencegah kualitas udara makin buruk. Dua tahun sudah pe­me­rintah pusat membuang-buang waktu dengan meng­ajukan permohonan banding hingga kasasi karena tak terima disebut lalai menjaga kualitas udara.


Baca liputannya:


Di samping komitmen, perlu strategi jangka panjang yang komprehensif untuk menurunkan tingkat polusi udara di ka­wasan megapolitan seperti Jakarta dan sekitarnya. Cina dan Jepang, dua negara yang sukses menurunkan tingkat polusi di kota-kota industri, butuh 20-30 tahun menurunkan tingkat polusi lewat transisi energi secara bertahap dan persisten. Norwegia, yang mengubah kendaraan bensin menjadi kendaraan listrik setelah mengganti seluruh energi kotor, bisa menurunkan tingkat polusi sebanyak 80 persen selama 2000-2022.

Pemerintah getol meng­kam­panyekan penggantian kendaraan bensin menjadi kendaraan listrik. Tapi program itu tak akan lang­sung menurunkan tingkat polusi udara. Kendati residu emisi kendaraan listrik lebih kecil dibanding kendaraan bensin, sepanjang sumber listriknya berasal dari pembangkit batu bara dan minyak bumi, polutannya tetap besar. Tanpa beralih 100 persen ke sumber energi bersih, gem­bar-gembor kendaraan listrik terkesan sebagai proyek pe­sanan segelintir pengusaha dan pejabat yang punya pabrik kendaraan listrik saja.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kehabisan Akal Menurunkan Tingkat Polusi"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan