maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Inkonsistensi Program Transisi Energi

Pemerintah tak konsisten menjalankan program transisi energi. Memberi izin pembangunan PLTU baru demi investasi.

arsip tempo : 171459517333.

Inkonsistensi Program Transisi Energi. tempo : 171459517333.

PROGRAM transisi energi Presiden Joko Widodo makin tampak menjadi ironi. Di hadapan negara maju, pemerintah mengumbar janji menghentikan operasi pembangkit listrik bertenaga batu bara dan beralih ke sumber energi terbarukan. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk mendapatkan bantuan dana transisi energi senilai ratusan triliun rupiah. Tapi, kenyataannya, izin pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) captive yang mendukung investasi pengolahan mineral atau industri manufaktur terus diumbar.

Sikap tak sinkron ini muncul saat Indonesia berupaya menjaring dana Just Energy Transition Partnership (JETP), skema pendanaan dari negara maju dan lembaga keuangan dunia untuk program transisi energi. Dana ini yang akan digunakan untuk berbagai proyek, dari pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan hingga percepatan penghentian operasi PLTU. Dalam pertemuan negara-negara anggota Group of Twenty atau G20 di Bali pada November tahun lalu, negara maju menjanjikan dana US$ 20 miliar atau Rp 300 triliun dalam skema JETP untuk Indonesia.

Tentu ada banyak syarat yang mesti dipenuhi agar dana itu cair. Salah satunya penyusunan rencana investasi komprehensif atau comprehensive investment plan, yang ditargetkan selesai paling lambat pada 16 Agustus 2023. Pemerintah harus merancang sejumlah aksi untuk mengurangi emisi karbon hingga 290 juta ton di sektor kelistrikan dan menerapkan 34 persen bauran energi terbarukan pada 2030. Untuk memenuhi target itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan mempercepat penghentian operasi 13 PLTU dan membangun sejumlah pembangkit listrik berenergi bersih.

Tapi, berpunggungan dengan rencana itu, pemerintah kadung merilis izin pembangunan PLTU captive atau pembangkit listrik khusus yang memasok energi untuk proyek tertentu, seperti pengolahan mineral atau industri manufaktur. Laporan berjudul "Boom and Bust Coal 2023" yang dirilis Global Energy Monitor menyebutkan Indonesia masih merencanakan pembangunan 18,8 gigawatt PLTU pada akhir 2022.

Sebanyak 69 persen atau 13 gigawatt di antaranya merupakan PLTU captive yang berada di luar jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan hanya memasok listrik untuk pabrik peleburan aluminium atau smelter nikel. Peluang investor membangun PLTU captive termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.


Baca artikel:


Kekacauan ini menjadi gambaran jika pemerintah main-main dengan program transisi energi. Bahkan, atas nama investasi, pemerintah bisa begitu saja melanggar target yang mereka buat sendiri. Jika sudah begini, siapa donor, filantrop, atau bahkan investor yang mau mendanai program pengalihan sumber energi berbasis fosil ke sumber-sumber lain yang lebih bersih? Indonesia pun bakal dianggap melanggar komitmen dalam berbagai perjanjian internasional yang berhubungan dengan pengurangan emisi karbon.

Jika memang serius dengan komitmen pengurangan emisi karbon melalui transisi energi, tak ada jalan bagi pemerintah selain benar-benar menyetop pembangunan PLTU atau pembangkit listrik lain yang menyumbang emisi dalam jumlah besar. Regulasi yang masih memberi celah pada pembangunan PLTU captive selayaknya dihapus. Pil pahit semacam ini mesti ditelan jika memang pemerintah masih peduli dan menganggap penting program transisi energi.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Batu Sandungan Transisi Energi"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan