maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Perlunya Hutan Adat Masuk Tata Ruang Wilayah

Sulawesi Tengah memasukkan enam hutan adat sebagai kawasan strategis ke Rencana Tata Ruang Wilayah. Pertama di Indonesia.

arsip tempo : 171422589760.

Hutan Adat Masuk Tata Ruang Wilayah. tempo : 171422589760.

MASYARAKAT adat To Kulawi Uma Masewo di Kecamatan Pipikoro, Sigi, Sulawesi Tengah, yang arif mengelola hutan, bak mendapat kado manis di tengah tahun. Dalam rapat paripurna, Selasa, 13 Juni lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Provinsi menyetujui penetapan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Tahun 2023-2042. Aturan itu memasukkan enam hutan adat sebagai kawasan strategis provinsi. Konsekuensinya, hutan adat tersebut seharusnya dijaga dan diprioritaskan dalam penataan ruang.

Keberanian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah itu layak diapresiasi. Langkah ini juga bisa direplikasi daerah lain. Sulawesi Tengah menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memposisikan hutan adat secara strategis dalam kebijakan penataan ruang. Itu berkat kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil yang berhasil. Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Kesatuan Advokasi Rakyat Hukum Adat membedah rancangan perda dan menyerahkan kertas kebijakan tentang urgensi pencantuman hutan adat dalam RTRW.

Terbitnya kebijakan ini pun tak lepas dari kearifan lokal yang dipraktikkan masyarakat adat Masewo sedari dulu. Hutan adat Huakaa Topo Ada To Masewo seluas 829 hektare, yang ditetapkan pemerintah pada 20 Desember 2019, menjadi sumber kehidupan. Mereka membaginya ke dalam zona-zona. Area di sekitar permukiman, seperti oma tua (hutan sekunder) dan ponulu (hutan primer), dikelola secara intensif sebagai kebun campuran, sawah-ladang. Area wana (zona inti) dan wanangkiki (hutan pegunungan) yang jauh dari kampung sesekali dikunjungi untuk panen rotan atau berburu satwa.

Adapun ko’olo adalah kawasan hutan yang dilindungi secara adat. Segala aktivitas di area ini diawasi oleh lembaga adat dengan aturan dan sanksi yang sangat berat, sehingga masyarakat akan berpikir ulang bila mau melanggar. Area ko’olo sangat dilindungi karena merupakan sumber air dan tanaman endemis yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Area itu juga merupakan lokasi pengambilan bahan khusus untuk upacara ritual tahunan.


Baca liputannya:


Perda RTRW yang masih dievaluasi Kementerian Dalam Negeri ini semoga segera bisa diterapkan secara efektif. Untuk itu, pemerintah daerah memang masih perlu menyiapkan aturan turunan. Tapi pencantuman hutan adat dalam RTRW ini setidaknya kabar baik di tengah lambannya pemerintah mengakui hak ulayat masyarakat adat. Sejak dimulai pengakuan hutan adat pada 2016 hingga Maret 2023, baru ada 108 surat keputusan hutan adat dengan luas mencapai 153.322 hektare. Padahal Badan Registrasi Wilayah Adat menyebutkan potensi hutan adat mencapai 17,5 juta hektare.

Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, hendaknya bekerja lebih konkret dengan mendaftar tanah ulayat. Pasalnya, ada 198 peta wilayah adat atau seluas 3,2 juta hektare yang sudah mendapat penetapan atau pengakuan oleh pemerintah daerah. Kementerian Agraria perlu melanjutkan proses itu dengan mengukur, memetakan, dan mencatatnya dalam daftar tanah. Itu artinya Kementerian juga harus mengalokasikan anggaran untuk pendaftaran tanah ulayat.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Hutan Adat Masuk Tata Ruang Wilayah"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 April 2024

  • 14 April 2024

  • 7 April 2024

  • 31 Maret 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan