Bahaya Manipulasi Laporan Keuangan BUMN
Dugaan kecurangan laporan keuangan Waskita Karya dan Wijaya Karya bisa membuat investor kabur. Audit berlapis tak berfungsi.
TERBONGKARNYA manipulasi laporan keuangan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) berpotensi menggerus kepercayaan investor pada kredibilitas perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia. Kasus ini menunjukkan bagaimana audit berlapis ternyata belum menjamin kesahihan laporan keuangan di bursa. Tanpa pemberian sanksi tegas dan perbaikan sistem oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dokumen laporan keuangan tak bisa lagi menjadi rujukan utama dalam mengukur kinerja perusahaan publik.
Indikasi manipulasi laporan keuangan Waskita Karya dan Wijaya Karya terendus setelah bank curiga ada ketidaksesuaian tagihan pada saat restrukturisasi kredit dua perusahaan konstruksi pelat merah itu. Terungkapnya kasus ini yang terjadi jauh setelah laporan keuangan dua perusahaan itu terpampang di bursa harus menjadi perhatian tersendiri. Tingkat kewaspadaan bank juga meningkat setelah muncul kasus proyek fiktif yang menjerat Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono pada akhir April lalu. Tanpa dugaan korupsi tersebut, Waskita dan WIKA bisa jadi bakal terus melenggang dengan kebohongan mereka.
Taktik manipulasi yang digunakan Waskita dan WIKA relatif sederhana. Mereka mengakali pembukuan dengan menyembunyikan setumpuk tagihan dari vendor sejak 2016. Raibnya liabilitas tersebut membuat beban utang menciut dan kondisi keuangan mereka seolah-olah sehat meski keduanya tengah terbelit kesulitan finansial. Pada 2020, WIKA disebut meraup laba bersih Rp 322 miliar, lalu raihan itu turun menjadi Rp 214 miliar di tahun berikutnya dan merosot menjadi Rp 12,5 miliar pada 2022. Sedangkan Waskita mencatatkan penurunan rugi bersih dari Rp 9,28 triliun pada 2020 menjadi Rp 1,67 triliun pada 2022.
Kita tahu, sebelum sampai ke publik, laporan keuangan perusahaan terbuka melewati sedikitnya lima pemeriksaan, dari manajemen, dewan komisaris dan komite audit, kantor akuntan publik, OJK, hingga pemangku kepentingan eksternal, termasuk investor. Begitu sampai di lantai bursa, ada juga pemeriksaan oleh pengelola bursa. Ironisnya, semua pemeriksaan itu tak kuasa mendeteksi aksi lancung Waskita dan WIKA.
Komisaris seharusnya menjadi penyaring pertama yang memastikan keakuratan laporan keuangan yang dibuat manajemen perusahaan. Fungsi ini menjadi timpang saat penunjukan komisaris di badan usaha milik negara lebih bersifat politis—biasanya sebagai balas jasa atas pemenangan presiden. Kasus ini menunjukkan sudah saatnya Kementerian BUMN benar-benar menempatkan orang yang kompeten di dewan komisaris.
Baca liputannya:
- Rekayasa Laba Waskita Karya
- Celah Manipulasi Laporan Keuangan Waskita Karya
- Dari Mana Laba Garuda Indonesia?
Pada tahap berikutnya, ada kantor akuntan publik. Mereka adalah tenaga profesional yang bertugas mengaudit dan memberikan masukan laporan keuangan secara independen. Pernyataan Standar Audit (SAS) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan auditor eksternal bertanggung jawab mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan. Jika terbukti ikut memanipulasi laporan keuangan, kantor akuntan publik pantas dimasukkan daftar hitam oleh OJK dan dicabut izinnya oleh Kementerian Keuangan.
Kita sekarang menunggu hasil lengkap investigasi Kementerian BUMN, sebagai pemilik saham terbesar Waskita dan WIKA. Hasil investigasi harus menunjukkan perbaikan tata kelola yang harus dilakukan untuk mencegah kasus ini berulang di masa depan.