Tak Berdaya Menghadapi Mayapada
Petinggi Bank Mayapada diduga kecipratan kredit nasabah. OJK abai mengawasi bank milik anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.
JIKA saja Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menjalankan tugasnya dengan lurus, pembobolan dana nasabah melalui fasilitas kredit di Bank Mayapada tentu bisa dicegah. OJK setidaknya bisa menghentikan penilapan duit yang dilakukan berulang kali di bank milik anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Dato' Sri Tahir, itu. Kegagalan pengawasan oleh OJK berpeluang memunculkan ketidakpercayaan terhadap bank yang bisa memicu krisis ekonomi seperti pada 1997-1998.
Pelanggaran penyaluran kredit di Mayapada bermula dari kucuran fasilitas modal kerja senilai Rp 1,3 triliun yang diterima pengusaha Ted Sioeng sepanjang 2014-2021. Bank itu belakangan menyita aset Ted yang tak memenuhi kewajiban dan melaporkannya kepada kepolisian. Sebaliknya, dalam surat kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., Ted menyatakan Tahir selalu mendapat bagian dari setiap kredit yang diterimanya. Jumlahnya mencapai Rp 525 miliar.
Seandainya pernyataan tersebut benar, Ted Sioeng dan Mayapada sama-sama bersalah. Ted, yang bersama putrinya telah menjadi tersangka, tak beriktikad membayar utang. Adapun Mayapada terus-menerus menggelontorkan kredit kendati Ted selalu mengemplangnya selama tujuh tahun. Sulit menghindari kesan kebocoran itu tak disengaja. Yang pasti, Mayapada lalai menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengucurkan kredit.
Kebocoran kredit di Mayapada untuk Ted Sioeng ternyata bukan perkara baru. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengawasan OJK pada 2017-2019 menunjukkan bank itu berkali-kali mengguyur belasan debitor bermasalah dengan pinjaman hingga Rp 4,3 triliun. BPK juga menemukan Mayapada melanggar aturan batas maksimum kredit terhadap empat korporasi hingga Rp 23,56 triliun. Namun OJK tak memberi sanksi atau menyelidiki lebih jauh pelanggaran itu.
Baca: Kredit Jumbo yang Menyandung Bank Mayapada
Buruknya pengawasan OJK bisa berdampak fatal. Ketiadaan sanksi membuat manajemen bank akan terus mengulangi kesalahan. Para pemilik bank juga bakal terus memalak nasabah yang mengajukan permohonan kredit. Pembobolan bank ini berisiko melonjakkan kredit macet atau non-performing loan. Dampaknya, sistem keuangan bank menjadi amburadul dan tak berkelanjutan. Di sini mara bahaya bernama krisis ekonomi bisa meledak karena bank bersifat sistemik—ada jaringan transaksi antarbank yang bisa memicu krisis keuangan.
Baca liputannya:
Mumpung krisis belum terjadi, OJK mesti becermin dan segera bertindak mengusut berbagai pelanggaran dalam pengucuran kredit di Mayapada, juga bank lain yang berindikasi serupa. Tak perlu ragu menindak para pelaku kejahatan perbankan, termasuk pemilik yang menjadikan banknya sebagai sapi perah. Manajemen OJK juga perlu membuat penyelidikan internal untuk mengusut tak berjalannya pengawasan terhadap Mayapada.
Kejahatan di sektor perbankan seperti pada kasus Bank Mayapada sangat mungkin terjadi kembali di masa depan. Apalagi jika pelakunya terafiliasi dengan lingkaran kekuasaan dan merasa tak tersentuh hukum—seperti Dato' Sri Tahir yang menjadi orang dekat Presiden. Sebagai pengawas, OJK bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran perbankan. Mendiamkan, apalagi bersekongkol dengan para pembobol bank, membuat pembentukan lembaga ini untuk mencegah krisis ekonomi 1997-1998 berulang menjadi sia-sia.