maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Bahaya Campur Tangan Jokowi dalam Pemilu 2024

Cawe-cawe Jokowi dalam Pemilu 2024 dapat dibaca aparatur negara sebagai perintah untuk memenangkan calon presiden tertentu.

arsip tempo : 173058266053.

Bahaya Campur Tangan Jokowi. tempo : 173058266053.

KEINGINAN Presiden Joko Widodo cawe-cawe dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mengancam demokrasi. Campur tangan Jokowi agar pemimpin yang kelak terpilih sesuai dengan kehendaknya akan membuat proses pemilu berlangsung tidak jujur dan tidak adil.

Di depan pimpinan media massa, Jokowi menyatakan tak akan bersikap netral dalam pemilihan presiden mendatang. Ia berdalih cawe-cawe dilakukan demi negara dan kesinambungan pembangunan. Jokowi tampak sedang mengabaikan prinsip demokrasi tentang kedaulatan di tangan rakyat. Ia lupa bahwa bukan presiden inkumben yang menentukan baik-buruknya presiden pengganti, melainkan orang ramai lewat pemilihan yang transparan dan akuntabel. Juga mungkin ada faktor lain dari keinginan Jokowi itu: kepentingan politik jangka pendek untuk kemaslahatan segelintir orang.

Sulit untuk tidak mengatakan urusan cawe-cawe ini merupakan buntut hubungan panas-dingin Jokowi dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Relasi keduanya renggang setelah Jokowi tidak dilibatkan dalam proses deklarasi Ganjar Pranowo sebagai calon presiden PDIP pada 21 April lalu.

Pangkal soalnya adalah Jokowi ingin menjadi kingmaker. Ia memasang-masangkan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap pantas meneruskan kepemimpinannya. Menggagas koalisi besar, awal Mei lalu Jokowi juga sempat mengumpulkan lima partai politik pendukungnya untuk membahas pemilihan umum.

Tapi peluang Jokowi menjadi kingmaker menyempit setelah Megawati mengunci Ganjar dengan sejumlah syarat. Megawati ditengarai berhak menentukan sejumlah posisi kunci di kabinet bila Ganjar terpilih sebagai presiden. Tak hanya wajib melaksanakan Sukarnoisme, Ganjar juga tidak boleh ikut campur dalam suksesi kepengurusan PDIP yang akan datang. Yang makin mengecilkan hati Jokowi: hanya Megawati yang berhak menentukan calon wakil presiden untuk disandingkan dengan Ganjar dalam pemilihan presiden 2024.

“Kontrak politik” itu membuat Jokowi berpaling arah: memberikan sinyal dukungan kepada Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Sebelumnya, Jokowi cukup terbuka mendorong pencalonan Ganjar. 

Pertemuan Musyawarah Rakyat yang digagas relawan Jokowi di Istora Senayan, pertengahan Mei lalu, merupakan salah satu indikasi. Di depan pendukungnya, Jokowi meminta mereka tidak terburu-buru menetapkan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024 biarpun PDIP telah resmi mengusung Ganjar.

Ia berpesan kepada para relawan agar memilih pemimpin yang mewakili suara rakyat, bukan elite partai. Pernyataan itu memberi sinyal bahwa Jokowi belum sepenuhnya mendukung Ganjar, meski ia dan Ganjar sama-sama menyandang predikat “petugas partai”. Sebaliknya, dalam pertemuan dengan Prabowo di Istana Bogor, Jokowi berjanji mendukung bekas seterunya itu.

Jokowi berkepentingan atas hasil Pemilu 2024. Dia ingin mencari sosok yang bisa meneruskan legasinya—termasuk memberikan perlindungan politik setelah turun dari pemerintahan—betapapun problematiknya program dan kebijakan yang ia rintis. Dengan tingkat kepuasan masyarakat hingga 82 persen, Jokowi percaya dukungannya kepada salah satu calon bisa mempengaruhi hasil pencoblosan pada 2024.

Preferensi presiden kepada calon pengganti sebetulnya hal yang lumrah. Tapi dukungan itu tidak boleh mencederai prinsip keadilan, kejujuran, dan transparansi pemilu. Dukungan blakblakan terhadap salah satu calon dapat diterjemahkan aparatur pemerintahan sebagai komando Presiden untuk memenangkan pasangan tertentu—sesuatu yang lazim terjadi dalam birokrasi Indonesia yang menganut budaya patron-klien.


Baca liputannya:


Sebagai kepala negara, Jokowi punya kuasa dan otoritas atas sejumlah lembaga, seperti Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, kejaksaan, Kepolisian RI, dan Tentara Nasional Indonesia. Ratusan penjabat kepala daerah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat juga berada di bawah kendali Jokowi. Intervensi Presiden dapat pula dibaca para bawahan untuk merecoki kebebasan lawan politik dalam menentukan kandidatnya—sesuatu yang kini terjadi pada Partai NasDem.

Jika syahwat politik Jokowi mencampuri pemilu tak bisa dibendung, yang bisa menjaga kemuliaan pemilu kini adalah para “bawahan”. Mereka tidak boleh terjebak permainan politik jangka pendek. Mereka harus sadar ketidaknetralan aparat negara akan berakibat buruk pada kualitas pemilu. Aparatur yang tidak netral juga akan kena getahnya setelah pergantian presiden nanti.

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bahaya Campur Tangan Jokowi"

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 Oktober 2024

  • 20 Oktober 2024

  • 13 Oktober 2024

  • 6 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan