maaf email atau password anda salah

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini

Satu Akun, Untuk Semua Akses


Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Satu Akun, Untuk Semua Akses

Masukan alamat email Anda, untuk mereset password

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link reset password melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Ubah No. Telepon

Ubah Kata Sandi

Topik Favorit

Hapus Berita

Apakah Anda yakin akan menghapus berita?

Ubah Data Diri

Jenis Kelamin

Jangan Takut Dokter Asing

Asalkan diatur dengan ketat, kehadiran dokter asing dapat memberi manfaat untuk orang ramai. Dokter lokal dan organisasi profesi kedokteran harus berbenah.

arsip tempo : 172203735699.

Jangan Takut Dokter Asing. tempo : 172203735699.

IKATAN Dokter Indonesia (IDI) semestinya tidak cemas terhadap rencana pemerintah membuka pintu bagi dokter asing. Kehadiran dokter dari negeri seberang tak hanya dapat meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, tapi juga mengembangkan dunia kedokteran dalam negeri.

Kehadiran dokter asing tak mungkin ditolak karena Indonesia telah menandatangani perjanjian multilateral dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang melonggarkan pintu masuk barang dan jasa mulai 2025. Undang-Undang Cipta Kerja juga telah melonggarkan persyaratan tenaga kerja asing, termasuk dokter, untuk bekerja di sini.

Meski sebarannya tak merata, IDI menyatakan 180 ribu dokter yang ada saat ini sudahlah cukup. Sebaliknya, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)—lembaga yang menerbitkan surat tanda registrasi praktik dokter—mendukung rencana pemerintah itu.

Jika menggunakan Undang-Undang Praktik Kedokteran, dokter lulusan luar negeri harus menempuh jalur berliku untuk dapat bekerja di rumah sakit domestik. Untuk mendapatkan izin praktik, seorang dokter membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat secepatnya perlu merevisi aturan itu.

Klaim IDI soal cukupnya jumlah dokter bisa diperdebatkan. Berdasarkan data KKI, rasio dokter di Indonesia adalah 4,27 per 10 ribu penduduk. Adapun dokter spesialis 1,46 per 10 ribu penduduk. Kondisi itu jauh tertinggal dibanding Singapura, yang memiliki 22,94 dokter per 10 ribu penduduk. KKI pun menyatakan Indonesia menghadapi ancaman kekurangan 100 ribu dokter pada 2030. Di tengah ancaman pandemi, penambahan dokter, termasuk dokter spesialis, sangat dibutuhkan.

Penolakan IDI bisa dibaca sebagai upaya organisasi itu melindungi dokter lokal agar tak tergilas oleh dokter asing. Anggota IDI seharusnya tak perlu khawatir berkompetisi dengan dokter asing. Tak ada jalan menghadapi kompetisi itu selain meningkatkan pengetahuan dan pelayanan.

Persepsi negatif terhadap kualitas dokter Indonesia telah membuat sejumlah orang memilih berobat ke luar negeri. Menurut riset Indonesia Services Dialogue, lebih dari Rp 100 triliun setiap tahun dihabiskan orang Indonesia untuk berobat ke mancanegara. IDI tak perlu menjadi bunker bagi sebagian dokter yang inkompeten atau yang telah melakukan malapraktik.

Pemerintah harus menjamin kualitas dokter asing yang membuka praktik di sini. Konsil Kedokteran bisa menelusuri rekam jejak mereka sebelum menerbitkan izin. Pemerintah harus memastikan dokter asing tak hanya bekerja untuk kalangan berduit, tapi juga melayani masyarakat bawah. Mereka pun harus diwajibkan mentransfer pengetahuannya kepada dokter lokal, termasuk dengan memaksa mereka melakukan pelayanan sosial atau mengajar di kampus-kampus dalam negeri.

Pemerintah harus segera membenahi karut-marut pendidikan kedokteran, termasuk persoalan biaya kuliah yang mahal. Dengan biaya yang tinggi, lulusan kedokteran didorong hanya akan mencari keuntungan setelah lulus. Yang kerap terjadi: mereka berkongkalikong dengan perusahaan farmasi dalam menuliskan resep.

Kehadiran dokter asing dapat memaksa dunia kedokteran memperbaiki diri. Analoginya seperti Pertamina yang memperbaiki tempat penjualan bahan bakar minyak setelah perusahaan asing diizinkan masuk. Pompa-pompa bensin yang dulu busuk kini nyaman dan memberi pelayanan yang baik.

Berita Lainnya

Konten Eksklusif Lainnya

  • 21 Juli 2024

  • 14 Juli 2024

  • 7 Juli 2024

  • 30 Juni 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan