Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

KPK Terancam, Presiden Mendua

Presiden mesti bersikap tegas terhadap penggunaan hak angket DPR. Menggerogoti wewenang KPK.

26 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Joko Widodo semestinya tak mendua dalam menyikapi penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyelidiki Komisi Pemberantasan Korupsi. Presidenmenyatakan KPK harus diperkuat, tapi pada saat bersamaan ia menyebut angket itu sebagai urusan Dewan.

Sebagai kepala pemerintahan, Presiden seharusnya menyadari bahwa penyelidikan Dewan terhadap komisi antikorupsi bisa berujung pada pelemahan lembaga ini. Bila peduli terhadap pemberantasan korupsi, pemerintah Presiden Jokowi seharusnya berupaya menyelamatkan KPK dari gempuran Dewan. Sebagai kepala negara, ia pun tidak bisa diam lantaran langkah politik DPR terlihat serampangan dan mengabaikan aturan hukum.

Sebanyak 135 ahli hukum dari berbagai universitas menilai penggunaan hak angket itu cacat. Pembentukan panitia angket tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Pasal 201 ayat 2 undang-undang ini jelas mensyaratkan keanggotaan panitia angket terdiri atas perwakilan semua fraksi DPR. Sampai digelarnya rapat perdana yang menghasilkan pemimpin panitia angket, hanya tujuh dari sepuluh fraksi mengirim wakilnya.

Dewan bahkan sudah menabrak aturan dalam Undang-Undang MD3 sejak tahap pengesahan usul angket dalam rapat paripurna DPR pada akhir April lalu. Penggunaan hak angket tidak diputuskan baik secara aklamasi maupun pemungutan suara oleh rapat paripurna. Keputusan itu diambil sepihak oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagai ketua rapat paripurna. Ia mengetuk palu di tengah hujan interupsi anggota Dewan.

Secara substansi, penggunaan hak angket itu juga lemah karena tak ada pelanggaran yang dilakukan komisi antikorupsi dalam melaksanakan undang-undang. Jika bertujuan membuka rekaman pemeriksaan anggota DPR, Miryam S. Haryani, dalam skandal korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), langkah Dewan amat janggal. Soalnya, rekaman yang merupakan bukti penyidikan ini hanya mungkin dibuka di pengadilan. Para politikus justru terkesan melancarkan "serangan balasan" terhadap KPK yang tengah membongkar skandal itu.

Tampilnya Agun Gunandjar, yang terpilih sebagai ketua panitia angket, juga mengherankan. Ia seharusnya tidak pantas memimpin penyelidikan karena akan terjadi konflik kepentingan. Politikus Golkar itu termasuk di antara 37 anggota DPR yang disebut dalam dakwaan korupsi proyek e-KTP yang dibacakan pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Penggunaan hak angket Dewan bisa bermuara pada pelemahan KPK. Sudah lama kalangan politikus Senayan menghendaki revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Posisi KPK sebagai superbody yang memiliki wewenang khusus seperti penyadapan akan terancam bila undang-undang itu diubah.

Presiden Jokowi semestinya bersikap tegas dan berupaya keras menyelamatkan KPK. Ia bisa menggunakan pengaruh di kalangan partai politik penyokongnya buat membatalkan hak angket atau setidaknya mencegah agar tidak dimanfaatkan untuk menggerogoti wewenang KPK. Langkah politik seperti ini pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika KPK dalam keadaan bahaya.

Sikap tegas Presiden amat penting bagi keberadaan KPK. Praktik bernegara akan kacau-balau bila lembaga seperti DPR dibiarkan melemahkan komisi antikorupsi. Sebagai kepala negara, Presiden Joko Widodo semestinya memastikan rule of law dijunjung tinggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus